Senin, 25 November 2013
Kasihan
Lemah dimakan usia
Umurnya sudah bukan satu dua tiga
Namun tandanya memang masih jauh terlihat
Mungkin masanya tak akan lama
Atau mungkin bisa sampai senja
Lagi pula siapa yang bisa menyangka?
Bukankah waktu tak dapat dikira?
Kasihan makhluk itu..
Hatinya dipenuhi rasa aneh yang tak ia tahu..
Kadang ia begitu berlutut
Kadang ia tak tahu waktu
Kadang ia menjadi liar tak tahu malu
Siapa yang mampu mengendalikannya?
Siapa yang mampu mengetuk hatinya?
"Rakyat Jelata"
Sindiran itu menamparku
Muka masammu itu mengoyak jiwaku
Diammu itu mencongkel hatiku
Salahkah aku.. yang tak pernah baik dimaramu?
Dosakah aku.. yang selalu kurang dengan segala upayaku?
Hinakah aku.. Atas apapun yang ku mau?
Ku tahu kau adalah raja-nya..
Sehingga kau bebas berkelana dengan kata-kata..
Ku tahu kau adalah penguasa..
Dan seolah kau punya hal mencaci dengan semena-mena..
Ku tahu semua..
Dan ku tahu apa yang mungkin tak kau tau..
Ialah hati seorang rakyat jelata..
Harapku pada Hidup
Berharap ia berimu indah
Tapi ia sisipkan luka
Berharap ia sejahtera
Tapi titipkan sengsara
Berharap hidup ciptakan asa
Tapi ia memutusnya
Kau idamkan apa dari hidup?
Inginkan ia ciptakan warna
Namun tak secerah warna yang ada
Ingin ia pancarkan kilauan
Namun tak semua kilauannya itu indah
Ingin ia penuh tawa canda
Namun tak semua candanya berakhir bahagia
Kau berharap apa dari hidup?
Kau idamkan apa dari hidup?
Kau inginkan apa dari hidup?
Ia memang tak selalu indah..
Tapi ia penuh makna dan titipkan ilmu yang tak hingga...
Datang dan Pergi
Menuai kenangan indah tak pernah semu
Menggores luka hati yang tak semu
Beberapa datang dan tinggal..
Beberapa datang dan singgah..
Beberapa datang dan pulang..
Orang datang dan pergi dalam hidupku..
Melukis asa yang tak pernah layu
Menoreh luka berujung pilu
Beberapa datang dan membawa serpihan
Beberapa datang dan rindukan kenangan
Beberapa datang, tinggalkan tangisan
Orang datang dan pergi dalam hidupku..
Mengukir rindu yang tak berlabuh
Menyayat luka tak tahu malu
Beberapa datang dan pergi menutup 'pintu'
Beberapa datang dan mengumbar liku
Beberapa datang dan meminjam hatiku.....
Ku Tak Mengerti...
Minggu, 24 November 2013
Berbeda
Sabtu, 23 November 2013
Betapa Bahagianya Anak Kecil...
Betapa bahagianya jadi anak kecil... tanggung jawab sekecil apapun dia belum paham... Bahkan untuk mengerjakan pr di paud pun dia belum paham... semua ada yang membimbing... semuanya ada yang mengarahkan...
Betapa enaknya jadi anak kecil... meminta hal yang diinginkan masih bisa dilakukan dengan mudah... tak perlu banyak berpikir tentang bagaimana keadaan... tak perlu takut dan ragu untuk meminta... Hanya "jika kau mau, maka pintalah!"... tidak ada pertimbangan.. tidak ada keraguan..
Betapa enaknya jadi anak kecil... tersenyum jika harus tersenyum, tertawa jika memang harus tertawa, menangis, mengamuk, mencaci jika keadaan harus begitu... Semua berlangsung dengan perbandingan yang lurus...
Mereka tak perlu berpikir untuk meluapkan emosi.. yang mereka lakukan hanya "kalau harus menangis ya menangis. tertawa ya tertawa"..
Mereka tak perlu ragu apalagi takut untuk menghadapi respon lingkungan sekitar.. mereka hanya dengan bebas mengekspresikan segala bentuk emosi yang dapat mereka nampakkan... mereka tidak berpikir panjang dan mereka hanya menjadi apa yang harusnya terjadi...
Mereka tak pernah menangis disaat bahagia... Mereka tak perlu banyak bersandiwara... Mereka tak perlu menyembunyikan raut sedih dibalik wajah berseri.. Mereka tak paham itu.. dan mereka hanya melakukan apa yang harus mereka lakukan...
Semua berbeda dengan kehidupan orang dewasa... ya minimal orang yang sudah beranjak dewasa...
Mengapa orang dewasa begitu erat dengan sandiwara... begitu lekat dengan suasana-suasana dusta..
Mengapa kalian harus tersenyum saat batu besar menghujam dada?
Mengapa kalian harus tertawa ketika seseorang seolah-olah sedang menampar wajah?
Mengapa kalian harus menangis tersedu ketika bunga-bunga hadir dalam hidup kalian?
Mengapa...
Apakah kalian tidak bisa bersikap sewajarnya seperti anak kecil?
Apakah hati kalian terlalu kotor dan busuk untuk berlaku sejujur mereka?
Atau kalian terlalu muak dengan dengan kehidupan anak kecil, sehingga kalian berpikir bukan saatnya lagi kalian untuk bertingkah seperti itu?
Kalian mungkin berpikir dewasa itu merupakan segala-galanya.. bebas semaunya... bebas melakukan dan bertindak tanpa adanya pengawasan yang ketat...
Orang dewasa berhak menentukan prinsip hidupnya..
Orang dewasa berhak menentukan suatu hal yang dia butuh dan mana hal yang harus dia sepuh..
Orang dewasa bebas.. bebas menentukan jalan hidupnya...
Tapi pernah kah kalian berpikir bahwa bebas bukan hanya sekedar bebas... bebas bukan terbang semaunya layaknya dara.. bebas bukan semau-maunya... bebas bukan hanya "sakarepmu"
Tapi kebebasan... adalah tanggung jawab...
Tak pernahkah kalian berpikir bahwa semakin tua dan semakin kalian lama hidup didunia.. maka akan semakin banyak pula tanggung jawab yang harus kalian tanggung...
Tak pernah kah kalian merindukan masa kecil yang serba sederhana?
Tak pernah kah kalian berharap akan sebuah keajaiban yang kan mengembalikan semua masa sederhana itu?
Aku tau... dunia ini terus berputar.. tak ada waktu untuk merindu masa lalu..
yang ada hanya kesempatan baru..
Mungkin aku sudah dewasa.. ya minimal beranjak dewasa...
Tapi salahkah aku jika ku rindu masa lalu..
Masalalu yang tak sepilu hari baru...
Ketenangan
Minggu, 17 November 2013
Titah Hati
Untitle...
Tapi aku hanyalah pohon, ingat pohon! Yang sewaktu waktu dapat rumbang, tak kuat menghadapi angin yang terlalu berenergi menghadang apa yang selama ini ku topang...
Walaupun aku adalah bunga yang terlihat lebih spesial jika sendiri...
Tapi aku hanyalah bunga, ingat bunga!
Yang tak akan lengkap tanpa serangga dan angin yang membantuku...
Yang tak akan manfaat bagi tumbuhan tanpa mereka...
Dan aku hanya akan jadi bagian dari tumbuhan yang akan mati begitu saja...
Walaupun aku adalah besi yang menjadi bahan dasar sebuah jembatan nan kokoh, yang bermanfaat bagi orang yang membutuhkanku...
Tapi aku hanyalah besi, ingat besi! Logam yang mudah berkarat jika tanpa pelindung... Logam yang nantinya akan keropos... Yang tak akan bermanfaat lagi bagi mereka... Mereka yang membutuhkanku...
Walaupun aku adalah sebuah lilin yang dapat membawa cahaya, menerangi kegelapan...
Menjadi sumber penarangan bagi gelap yang pekat... Menjadi harapan ditengah suasana mencekam...
Tapi aku hanyalah sebuah lilin, ingat lilin! Yang cahayanya akan habis dan hilang ketika aku terus digunakan... Ruangan yang kuterangi hanya akan menjadi ruang gelap gulita ketika ku habis... Ketika cahayaku menghilang...
Walaupun umurku sudah banyak, dan semakin bertambah, tapi aku hanyalah manusia...
Emosikupun tak stabil... Meluap sewaktu-waktu...
12 Maret 2013
Lihatlah Kesini...
Jangan diam termenung jauh disana. Mencari, berjalan, berlari tak tentu arah.
Tolong tengok ke arah sini... Lihatlah apa yang ada didalam...
Bukankah itu tak jauh berbeda dengan apa yang selama ini kau cari? Jadi tolong...
Jangan buang-buang waktu dan datanglah kesini. Diamlah disini.
Walau sedikit saja melihat...
Walau sebentar saya berdiri...
Tapi hal yang ada didalam akan selalu merasa berarti...
Sedikit saja, tak perlu kau cipta... tak akan ada yang ku pinta..
Hanya...
Tolong lihatlah kesini dan apa yang ada disini...
*pinta masalalu... untukmu yang selalu setia bersamaku*
30 Desember 2012
Bayang Suram Dunia Sandiwara
Hanya gelap gulita yang tersisa
Walau rengkuhan tak akan terlepas
Tapi landasan hancur lebur seiring dengan waktu berlalu
Ku lamjutkan langkah tegakkan kepala
Ku teruskan sandiwara
Ku mainkan semua peran yang aku mau...
Wanita angkuh tak tahu malu
Gadis lugu pengumpul ilmu
Bahkan...
Perempuan hina yang tak peka
Atau kadang
Perempuan sicu pelantun ayat cinta
Dan mungkin...
Gadis manja pencari cinta
Semua ku lakukan
Ku turuti walau pada akhir sakit hati
Air jatuh menitik...
Ku turuti semua keinginan sutradaea
Meski tak ku pahami siapa jiwa pengatur itu...
Menunut yang tak patut
Pamrih terhadap apa yang ia beri
Ia pergi, berlari, mencuri jiwa kecil bak kemiri
Kadang romansa jadi pilihannya
Walau tak jarang tragedi menantangnya
Tapi komedi tetap nomor satu dihatinya
Semua yang dia mau
Semuanya pula ku turuti
Apapun yang ia mau ku kerjakan
Tertawa
Menangis
Tersenyum
Bahkan berteriak tak karuan seperti orang gila
Tapi...
Disela-sela lakon itu aku berpikir...
Siapa sutradara gila itu/
Mengapa ku lakukan semua yang ia mau?
Apakah... bayang hitam berselimut api?
Atau mungkin...
Pemilik jiwa nan kaya raya?
Jika iya... mengapa ia tega?
Ku lakukan semua peran
Sampai ku tak tahu mana jiwaku
Ku cari jiwa itu...
Tapi apa yang ku dapat?!
Meski ku hanya aktris gadungan...
Tapi aku juga anak cucu adam...
Bukankah aku punya pilihan?
*dengan segala revisi*
17 Desember 2012
Sabtu, 16 November 2013
Puisi Empat Pilar
Indonesiaku
Ini kisah negeri nan indah
Jutaan jiwa mengukir sejarah
Alam pemurah kekayaan melimpah
Sumber budaya
Warisan dunia
Indonesiaku...
Hamparan bunga aneka warna
Keindahan dan keelokan negeri kayangan
Wangi merekah
Memanjakan mata
Penyejuk jiwa
Hebatnya... Ini ada di didunia...
Dunia nyata
Anugrah Sang Pencipta
Negeri Indonesia
Negeri impian pendiri bangsa
Bahkan nyawa berani ditaruhkan
Hingga Pancasila rela dibuat-Nya
Lima butir dasar negara
Penunjuk angan dan harapan
Bukan sekedar pajangan dalam pigura
Masyarakatnya ratusan hingga jutaan
Suku bahasa ratusan menarik perhatian
Bagai lukisan panorana seniman
Tercipta dengan berbagai bahan
Demi satu tujuan
Itulah...
Bhineka Tunggal Ika
Ibuku bilang...
Indonesia negeri budi pekerti
Kemanusiaan dijunjung tinggi
Persatuan dilindungi
Musyawarah selalu dijalani
Keadilan... Jadi makanan sehari-hari...
Tapi... itu kata beliau
Yang hidup dimasa lampau...
Guruku bilang...
Indonesia negara agamis...
Meski banyak manusia nan bengis...
Indonesia tetap agamis...
Walau tak jarang kebenaran ditangkis...
Ayahku bilang...
Indonesia bukan negara gemilang
Cahayanya hilang ditelan bintang
Konstitusi nan cemerlang...
Kadang enggan dilaksanakan...
Katanya...
Biarkanlah ombak pecah ditengah lautan
Dari pada harus menghadang karang
Dan menerjang daratan
Lalu ku bilang...
Bukankah ombak akan selalu menghadang keduanya?
Tapi...
Suatu hal yang kami bersama ingini...
Kerukunan dan persatuan yang kami idami
Cukup melihat dan mengerti
Ku yakin kita akan pahami
Negeri kami...
Jiwa kami...
Indonesia...
Walau jiwa akan selalu teruji
Daya juang tak akan mati...
Meski ketakutan tak henti menghantui
Keberanian tak akan kalah disaingi...
Walau kenyataan akan terus menyakiti...
Tapi kami
Pemuda pemudi...
Tak akan diam lalu pergi...
Kami penerus bangsa
Akan melawan perpecahan
Kami pemimpin masa depan
akan meluluhlantahkan ketidakadilan
Yang kami ingini...
Indonesia menjadi murni
Yang kami idami...
Indonesia menjadi bangsa yang hakiki...
*dengan segala revisi*
Hidup mahasiswa!!! *sudah jadi mahasiswa*
Ini yang kedua...
Siluet Damba Pemilik Bangsa
Kepulauan itu berpijar
Tak henti memancarkan cahaya keanekaragaman
Hatiku bergetar
Takjub akan karya Sang Maha Pencipta
Pijakan kokoh dibangun disana
Setelah ribuan tangan berpegang bambu runcing
Hingga kaki-kaki terseok, tertatih...
Tubuh terkulai penuh darah
Mereka terus berlari
Mencari dan mencipta lima sila kebangsaan bangsa dan sekutunya
Surga dunia berselimut persatuan
Berpegang teguh pada tiang kerukunan
Namun..
Pilar itu mulai rapuh, retak, tak terawat
Roboh diterjang angin kerusakan
Hancur ditempa badai kerakusan anak cucu adam
Tangan-tangan kotor tak henti menodai ibu oertiwi
Kaki penguasa berpijak menindas
Mulut kecil tak henti menyuap yang bukan hak
Tega menipu, membunuh...
Berpihak pada arus semu berujung pilu
Menghamburkan siluet dambaan bangsa
Pemilik damba resah
Menitikkan air mata
Tak mampu hentikan pencemaran nilai paham
Siluet damba kusam, usang, tak lagi terjamah
Melebur bersama asap-asap kebebasan tanpa tanggung jawab
Sebelum siluet itu lenyap
Mari...
Bangkitkan cakrawala dari jurang kedangkalan
Lenyapkan intervensi luar pelebur bangsa
Junjung tinggi keindahan kebenaran
Mari...
Bentangkan tangan menyambur persatuan
Buka mata hati
Jangan biarkan tak terketuk
Berkorban
Berlari
Menggapai bintang jauh diangkasa
Jangan biarkan siluet damba punah
Pergi jauh tak tentu arah
*dengan segala revisi*
Selesai! Gitulah puisi aneh huhuhu :)
Semua Tak Kasat Mata
Semua Tak Kasat Mata
Ku diam lalu merenung dalam hati
Diam, sunyi, penuh kepiluan
Ku tanya putih
Selalu putih jawabnya
Masih tanda tanya...
Ku hampiri merah
Dia beri aku hitam
Tetap tanda tanya...
Lalu ku keluar masuk dunia kelap-kelip
Bola cahaya itu selalu berputar
Memamerkan hiasan-hiasan aneh
Pengunjungnya membawa bongkahan rasa
Rasa hambar diiringi aroma busuk menusuk
Ku seret diri lalu ku coba gapai bulan dan bintang
Jalannya bergelombang
Namun berudara sejuk tak ku duga...
Ku rebahkan tubuh kemudian terlelap
Kadang ku nikmati...
Kadang ku pergi namun selalu kembali...
Kembali terlelap atau terpejam...
Ku lari menuju bangku-bangku
Hewan buas datang menghampiri
Namun selalu ku tendang
Ku buang ke kolong-kolong gedung...
Dia datang kembali...
Ku seret menuju ruang bawah tanah...
Ku gemar pergi dan kembali...
Ke pantai bersantai
Ke laut menyelami kehidupan
Atau ke hujan membawa aneka teriakan dan cacian
Kadang ku berhenti dan berotasi
Namun tak pernah jauh dari tempatku berasal
Diriku membawaku ke istana
Tapi tak berkompromi denghan hidup
Hidup lebih suka singkong
Bukan keju gurih yang kusukai
Apalagi kue tar manis penuh hiasan
Hidup selalu membawa aneka rasa
Rasa aneh tak terduga
*dengan berbagai revisi*
17 November 2012
First
Kekecewaan
Sudah bertahun-tahun lamanya
Tahun sudah lenyap dihempas waktu
Hari demi hari telah terlewati
Hujan, kemarau terus bergantian mewarnai alam ini
Tapi....
Sudah sembuhkah luka ini?
Sudah pulih kan guratan pisau dihati ini? Trauma yang menghantui jiwa?
Rasanya baru kemarin keluarga ini harmonis, penuh canda tawa
Tetapi... mengapa keadaan berubah?
Mengapa seolah matahari tidak terbit lagi?
Mengapa badai datang menerjang?
Mengapa seakan ribuan batu menghujam jiwa?
Ibu....
Sanggupkah aku menjadi penegar bagi jiwamu?
Mampukan aku ibu...
Jiwa yang rapuh...
Ibu....
Mampukah aku melukis senyum diwajahmu?
Membuat genangan haru dicelah matamu?
Mampukah aku ibu...
Ayah...
Bisakah engkau membalikkan telapak tangan?
Membangkitkan sang fazar dalam hidup kami?
Mampukah engkau membangun puing-puing hati kami yang telah hancur karena perbuatanmu?
Ayah! Maafkan aku!
Tapi...
Dimana letak kesadaranmu?
Dimana hati nuranimu ayah?
Sosok teladan kami...
Yaa Tuhanku...
Bantu aku...
Tegarkan Ibuku...
Bawalah Ayahku kembali...
Aku sadar semua adalah skenario-Mu
Tapi...
Bisakah tragedi ini berakhir?
Bisakah tragedi menjadi komedi?
menjadi parodi?
Kamis, 14 November 2013
Tempat Sampah
Dibacanya gak enak yah tempat sampah. Tapi itu salah satu caraku menggambarkan beberapa orang yang sampai dengan saat ini, masih sangat-amat-benar-benar setia bersamaku, tak peduli waktu sudah berjalan begitu lama. Mereka yang benar2 tulus padaku, terimakasih atas waktu kalian<3
Entah kenapa, walaupun gak etis aku seneng aja nyebut mereka begitu! Karena gak ada analogi yang lebih pas buat ngegambarin betapa mereka bergunanya sebagai tempat sampah. Semua keluhan dibuang terus dilimpahin ke mereka, terus abis curhat dan ngomel2 buang sampah kemereka, perasaan langsung lega aja gitu, rasanya jiwa2 ini bersih dari sampah2 yang udah numpuk. Dan senebenernya sih bukan kalian aja yang bisa jadi tempat sampah! Aku juga selalu ada dan siap sedia untuk jadi tempat sampahmu!
Aku sayang kalian tempat sampahku<3
Permulaan
Setelah lama berkeinginan nulis, akhirnya nulis. Semoga blog ini manfaat. Bisa jadi tempat sampahnya titah untuk menguras puing-puing kekesalan yang gak tau harus dihilangkan kemana. Be nice ya blog... jangan macam pink yang sudah ku museumkan! Semoga blog ini selalu menjadi tempat sampahku menguras sisa-sisa lelah setiap harinya.
Welcome to the new world^^