Rabu, 28 Mei 2014

Dia 'membangunkan'ku.

Malam ini, seseorang membangunkanku dari 'tidur panjang'.
Tidur lelap yang melalaikan ku. Membuat pikirku tertanam pada satu takdir yang belum tentu membahagiakanku.
Mimpi berisi paksaku terhadap kehendak-Mu... Mimpi tentang kemauanku.

Malam ini, seseorang 'mengetuk' hatiku.
Membuatku sadar bahwa dia tak pantas ku tunggu.
Membuatku berpikir untuk tak lagi berharap pada hal semu.
Pada hal yang sudah berlalu.
Berada jauh dimasa lalu dan tak selayaknya selalu ada dibenakku.
'Bunga' itu sudah layu, seiring tersadarnya diriku dari kenangan dulu.


Malam ini, seseorang 'membuka' pikirku.
Mengubah pola-pola yang hampir jelas terpatri.
Menghapus jejak yang selalu ada di hati.
Menggantikannya dengan arti-arti...hadiah yang selalu ku nanti.
Menjadikanku sadar bahwa diriku terlalu berani.
Terlalu berani untuk meminta yang tak layak Ia beri.
Hingga akhirnya kesadaran ini menuntunku untuk pasrah dan mengerti.
Lalu ikhlas pada takdir Ilahi.

Senin, 26 Mei 2014

Pindah

Pindah. Rasanya memang sulit ketika sudah menetap di tempat nyaman. Susah ketika harus melepas apa yang sudah melekat. Dan sukar berbaur hingga timbul rasa 'berat'.

Berat meninggalkan segala di belakang.
Walau ku tahu mereka bersamaku beriringan.
Berat menanggalkan semua yang sudah lama mendarah daging.
Walau ku tahu mereka tak sepenuhnya lepas. Karena sebagian mereka adalah aku.
Berat memisahkan waktu yang biasa terjalin bersama. Berbagi dalam ruang hampa.
Walaupun aku tahu kita berpisah hanya sementara.

Ku tak pungkiri, bersamamu ialah waktu yang tak terbayar.
Hidup bersama ia yang selalu menerimaku.
Membelaku.
Berusaha sekuat tenaga menyokong kehidupanku.
Semua adalah karunia Sang Pencipta.
Sesuatu yang tak pernah jadi sia-sia.
Tapi kembali tak ku pungkiri bahwa diri ini pun lelah.
Bukan! Bukan karena hari-hari yang kau beri.
Tapi karena ku tak bisa lagi kembali.
Kembali dengan rasa lelah yang ku tempuh. Karena waktu yang terlalu lama ku tunggu. Karena banyaknya detik yang kulewati tanpa arti.
Semua terbuang begitu saja.
Tanpa ku mampu mengisinya dengan hal berguna.
Kecuali terlelap. Ya terlelap di waktu singkat untuk kembali.
Namun disisi lain, tak ku pungkiri bahwa ku tak mau pergi.
Tak mau pergi meninggalkan kalian yang telah dikurangi hari.
Kalian yang tak hentinya memberi kasih.
Sehingga ku sulit memulai dan tak mau mengakhiri.
Berpisah denganmu adalah faktor penguat sedih.
Tapi bersama denganmu pun ku tak mampu lagi menopang fisik.
Menopang rasa lelah yang sering mengusik.

"Aku hanya pergi tuk sementara.
Bukan tuk meninggalkanmu selamanya.
Aku pasti kan kembali pada dirimu.
Tapi kau jangan nakal.
Aku pasti kembali."

Biarkanlah hati ini rela.
Rela melepas kalian yang selalu ada bersama.

Untuk kalian.
Bapak. Emak. Teteh. Aza. Medy. Kaka.
Orang-orang yang selalu ada dirumah.

Kamis, 22 Mei 2014

Pesan

Aku berpesan dihari penuh kesan.
Hari yang cukup berdimensi.
Begitu banyak rasa sedih dan perih.
Tapi ku tahu Tuhan takkan tega jika tak membiarkanku berseri.

Hari ini indah.
Begitu sepatutnya tanpa rasa gelisah.
Hari ini begitu ceria.
Seperti itu harapan namun tak sesuai kenyataannya.
Terlalu banyak untaian kata yang kan dicatat jika ku tuangkan segalanya.
Terlalu berlebihan dan menjadi tak ada sisa untuk dibagi padanya...
Pada-Nya yang menjadi tempat berkeluh kesah...
Padanya yang nanti kan bersama berbagi resah.

Namun ku tuliskan pesan hari ini bahwa, aku adalah manusia lemah.
Yang menahan amarahpun rasanya susah.
Aku manusia hina.
Yang menjaga lisan dengan segenap usaha tapi masih juga lupa dan terlena. Lalai menjaganya hingga ku takut dia membawaku pada neraka.
Aku manusia. Ya manusia dengan dua dimensi hidup.
Jasad dan ruh yang seharusnya seimbang berkelana di dunia-Mu.
Jasad dan ruh yang seharusnya selalu berpedoman pada-Mu.
Tapi diuji sedikit saja aku sudah ribut dan tak tahu malu.
Teriak sana sini pada orang terkasih tanpa ku tahu hatinya telah berperih.
Aku jahat.
Ku tinggalkan pahatan luka yang tak ku tahu pasti sembuhnya.
Aku keji.
Ku buat mereka yang bersedih hati.
Ingin rasanya ku utarakan segala, bahwa aku hanyalah anak yang tak tahu diri dan hampir durhaka.

Dari tulisanku pada malam hari, berteman suara kereta api.. Aku berpesan..
Bahwa menangis rasanya tak cukup untuk memperbaiki diri.
Walau tak lelahnya ku menangis.
Walau tak hentinya air mata ini menitik.
Aku takkan berhenti hanya karena ku berkata cukup.
Aku takkan berhenti hanya jika ku pikir aku sanggup.
Karena disisi lain.. Menangis adalah seni.
Seni menikmati keindahan sebuah ujian.
Seni untuk memandang nikmatnya bersusahan.
Tapi yang ku maksud tak cukup bukan pada makna yang sebelumnya..
Bukan pada makna itu..
Melainkan pada makna lain yang ada didalamnya.
Karena tangisan tak cukup membuat segalanya lebih baik, maka berusahalah memperbaiki diri.
Karena tangisan tak cukup membuat hati menjadi lega, maka hiburlah diri dengan Dia dan tuntunan-Nya...
Walau ku tahu ku bukan makhluknya sempurna.
Dan takkan ada yang sempurna melainkan Dia.
Untuk itu menangislah lalu mengadu pada-Nya..
Walau dengan dosa seisi dunia.
Walau dengan kesalahan hina.
Walau dengan hati yang terluka.
Menangislah pada-Nya.
Bersenandunglah atas nama-Nya.
Karena dia yang Maha Pengampun.. Maka jangan pernah sungkan dengan dosa lalu yang menimbun.
Karena dia yang Maha Pengampun.
Maka jangan pernah ragu meminta dengan santun.

Aku berpesan pada malam yang selalu ku rindu.. Dari malam yang menghantarkan pada rumahku..
Dengan segala pengalaman hari ini..
Tolong jangan ulangi lagi kesalahan hari ini.
Jangan buat sosok tua renta yang sakit-sakitan itu menangis lagi.
Jangan buat sosok yang kan kau berikan mahkota surgawi (aamiin) memaki dalam hati.
Tolong kasihi mereka... Karena mereka adalah segalanya...
Segalanya dan ada surga dikakinya..

Aku berpesan ketika kaki-kaki ini dingin. Mata ini tak kuat menahan.
Aku berpesan... Berpesan pada diri sendiri...
Diri ini yang kadang gak tega hati.
Diri ini yang selalu saja menguras hati.

Kamis, 15 Mei 2014

Egois

Kau juga yang meninggalkannya, kau juga yang tak suka melihatnya dengan orang lain...
Melihatnya begitu bahagia dibanding bersamamu.
Tahukah kau... apapun nama dan sebutannya, kau tak pernah berhak sedikitpun untuk mencampuri hidupnya.
Mengusik kebahagiaannya.
Dan menentang arah hidupnya...
Siapapun dirimu, dia punya hak untuk menentukan hidupnya.
Walaupun aku tahu rasa sakitnya melihat dia bersama mereka.
Mereka yang mungkin lebih baik darimu.

Tidak... Seharusnya tak ada yang lebih baik dariku.

Egois.
Egoisnya kamu...

Biarlah Aku Pergi!

Kau bilang aku pergi..
Padahal aku hanya ingin menyendiri, tentu tanpa dirimu, tanpa apapun yang berhubungan denganmu.. 
Karena bersamamu adalah racun. Racun yang bisa kapan saja mengotori hati... 
Mengertikah kau mengapa dirimu adalah racun? Mungkin kau bisa jawab sendiri...

Kau bilang aku tak memahami...
Padahal aku yang paling mengerti... 
Ya! Aku yang paling mengerti... 
Hanya saja aku tak mau lagi menepi, berada disisi yang sepatutnya ku hindari... 
Sekali lagi, aku hanya ingin sendiri..
Tapi bukan berarti aku tak pahami.. 
Aku mengerti, hanya saja aku tak mau menaati..
Karena seharusnya kita menaati sesuatu yang hakiki.
Bukan rasa sepi sedih yang sementara mengganjal hati dan hari-hari.

Kau bilang aku tak memikirkan perasaanmu..
Mungkin benar... Atau mungkin tidak..
Mungkin saja kau hanya berpikir untuk satu dua tahun ke depan.. 
Bukan berpikir jauh untuk masa depan..
Mungkin saja kau hanya melihat sisi indah dari semuanya..
Tak melihat sisi lain yang mungkin hina dan tak ada artinya...
Karena walaubagaimanapun, kita berbeda..
Dan kita harus terpisah..  Ya! Berpisah...

Kau mungkin berpikir aku bahagia...
Mungkin benar.. Atau mungkin tidak...
Menggapai masa yang kuharap indah memang bahagia.
Tak ada yang lebih bahagia selain aku karena keputusanku yang tegas.
Dan hatiku yang mantap.
Walau tak ku pungkiri banyak rintangan yang kan menanti.. Tapi aku bahagia... 
Karena setidaknya... Aku berkuasa atas hidupku dan tak kalah dengan bayang masa lalu...
Tapi akupun sedih... jika kamu tak juga mengerti. Jika kamu tak juga pahami..
Pahami arti semua langkah yang ku lalui..
Karena aku punya alasan atas semua ini...
Jadi ku mohon kau mengerti..
Karena ku yakin kau pun tahu.. ini langkah terbaik dari Ilahi...
Jadi ku mohon kau pahami...

Aku hanya ingin kita menjaga yang sepatutnya terjaga...
Menyimpan yang tak seharusnya kita ungkapkan..
Berbagi kepada orang atas dasar yang hakiki..
Bukan seperti ini... bukan seperti kita ini..
Mungkin orang atau kamu berkata ini hanya 'cuma'..
Tapi sejak kapan semua ini hanya 'cuma' untukku?
Kau tak pernah tahu apa yang ada 'disini'..
Jadi biarkan ku pergi dengan segala pengertianmu...
Aku hanya ingin melindungi fitrahku...
Fitrahku yang mungkin jatuh padamu...
Karena itu, biarlah aku sendiri..
Berteman sepi dari Sang Rabbi...

Selasa, 13 Mei 2014

Curkat (Curahan Kata)

Betapa nikmatnya hidup ketika seseorang mampu berdiri sendiri. Mampu memutuskan segala yang ada dalam hidupnya sendiri. Tanpa intervensi dari orang lain. Tanpa pengaruh dari orang lain yang meragukan dirinya. 

Tetapi ternyata, semua itu tidak bisa begitu saja menjadi nikmat yang patut dinikmati karena pada kenyataannya setiap orang akan selalu bergantung pada manusia lainnya, siapapun itu dalam hidupnya. Entah orang tua, saudara, teman, sahabat, bahkan orang lain yang mungkin dibencinya. Karena ketergantungan tidak hanya terkait dengan rasa tapi juga masalah kebutuhan. Bisa saja seorang ibu rumah tangga sebenarnya membenci tukang sayur yang setiap hari lewat depan rumahnya karena mimik wajahnya yang selalu jutek, tetapi disisi lain dia membutuhkan tukang sayur tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari... ya kira-kira seperti itulah ketergantungan akibat kebutuhan..

Ketika diri menjadi ketergantungan terhadap orang lain memang ada sisi positif dan negatifnya. Ketika ketergantungan itu bersifat mutualisme, maka tidak ada yang dirugikan dan membawa dampak yang baik bagi orang dalam hubungan tersebut. Tetapi ketika hubungan itu bersifat parasit... maka tak bisa dengan legowo seseorang dapat menerima hubungan macam itu.

Bicara mengenai hubungan... rasanya hubungan yang paling abadi dalam hidup ini adalah hubungan anak-orang tua, kecuali hubungan Tuhan dan hamba-Nya yang tentunya diatas segalanya.. tetapi hubungan ibu, ayah, dan anak-anaknya juga sama berartinya dengan hubungan tersebut... 
Rasanya begitu banyak hal-hal yang dikorbankan bagi seorang ibu dan ayah untuk membesarkan anak-anaknya... walaupun orang tua juga adalah manusia biasa dan sumber khilaf layaknya kebanyakan orang, tetapi segala macam bentuk tindakan orang tua untuk anaknya patut diberikan apresiasi, apresiasi yang takkan mampu diberikan oleh siapapun kecuali Dia, apresiasi Tuhan. 

Allah Swt mengapresiasi pengorbanan seorang ibu dengan surga yang berada ditelapak kakinya, dan itu semua akan diraih seorang ibu ketika dia menjadikan ayah sebagai sebenar-benarnya imam yang 'kan menuntun keluarganya ke surga-Nya nanti... Yang kan membawa keluarga pada masa yang takkan terganti..

Ah... indah rasanya jika semua terlihat begitu ideal. 

Tapi tentu tak semudah itu menjalani hidup dengan kesempurnaan karena hakikat kesempurnaan hanyalah milik-Nya.. Dan tak semua orang menjalani hidup yang harmonis dengan keluarganya.. banyak masalah internal, faktor yang membuat hubungan antar ayah-ibu-anak menjadi renggang dan masih banyak lagi... Tapi satu yang tak pernah ku lupa, nasihat dari dosenku yang begitu bijak.. Ibu Fase Badriah.. bahwa seorang anak tidak bisa memilih orang tuanya. Seseorang tidak patut menyesali keadaan orang tuanya dan meminta kepada-Nya untuk memberikan orang tua yang ideal. Yang sesuai dengan kemauannya... Tidak.. Sekali lagi tidak.. Dan dari situ aku mengambil makna bahwa setiap orang tua itu spesial.. setiap anakpun sama spesialnya.. mungkin pada kenyataan banyak hal-hal yang tidak mengenakkan dihati dalam keluarga.. tapi tunggu saatnya sampai seseorang mengambil hikmah atas ketidaksempurnaan itu... karena kadang, manusia butuh ketidaksempurnaan untuk melengkapi dirinya, untuk menambah nikmat indah yang diberikan Tuhannya.. untuk menambah makna-makna dalam hidup singkatnya...

Contoh saja aku dan keluargaku.. Dulu ketika aku masih remaja (ceritanya sekarang sudah dewasa), betapa sering aku mengeluh atas segala yang menimpa keluargaku... atas segala yang tak pernah terpikirkan olehku yang akhirnya menimpa keluargaku... Pada saat itu sedih rasanya, marah, geram, dan tak tahu mau menyalahkan siapa kecuali orang tuaku... Tetapi jika semua itu dilihat dari kacamata ku pada saat ini... Semua menjadi lebih indah... lebih bermakna.. dan lebih nikmat karena ujian-ujian yang tak hentinya dulu.. Sekarang begitu banyak hikmah yang ku ambil.. walaupun dulu ada hati yang terluka, peluh yang tak henti keluar hanya untuk mengeluh, mulut yang tak hentinya mencaci saat berbagi... Namun sekarang semua menyisakan senyum haru... dalam benakku.. betapa banyak proses yang harus ku lalui untuk berada dimasa ini... masa yang dari dulu ku nanti...

Dan dari segala masalah keluarga yang ku punya.. aku sadar, bahwa tidak akan ada orang tua yang sempurna.. karena kembali lagi, orang tua hanyalah manusia biasa, yang bisa jadi tempatnya khilaf dan dosa.. Tetapi karena ketidaksempurnaan tersebut, tidak menjadikan orang tua cacat dimata anaknya... dengan segala kekurangan orang tuaku, sekarang aku sadar bahwa tidak serta merta membuat mereka kurang dimataku... mereka yang terlalu banyak berkorban untukku.. mereka yang terlalu banyak menghabiskan waktunya untuk aku dan anak-anaknya yang lain... Kadang aku berpikir, kenapa aku harus diciptakan untuk membuat susah kedua orang tuaku? Jika aku tak ada, mungkin aku tidak akan membuat mereka berkorban begitu berat.. mereka bisa istirahat diwaktu senjanya.. mereka bisa menikmati hari-hari dengan lebih baik tanpa harus memikirkan hambatan yang dirasa ketika berkorban untukku... mereka akan hidup kebih baik... Tapi disisi lainpun aku tersadar bahwa mereka memiliki harapan padaku... mereka punya amanah yang diselipkan dihatiku.. mereka punya cahaya dengan adanya aku.. aku adalah lilin mereka, dan mereka adalah ruang gelap yang patut aku sinari.. 

Skeptis dan apatis memang jika menginginkan ketiadaan diri sendiri.. dan bisa jadi hal bodoh karena terlalu malas mencari cara untuk menanggung semunnya... membalas budi orang tua yang sebenarnya takkan pernah bisa terbalas... Tapi seperti yang selalu ibuku utarakan... Seorang ibu hanya ingin melihat anaknya bahagia, dan lebih baik dari ibunya sendiri...

Ah.. betapa jahatnya aku yang masih suka mendzalimi orang tuaku...

Ya Allah sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku..
Tunjukkanlah kami kejalan yang lurus...
Tambatknlah hati kami dengan hidayah-Mu Ya Allah..

Aamiin yaa rabbal'alamiin...


Sabtu, 10 Mei 2014

Untukmu...

Untukmu yang selalu ku rindu..

Bila waktu tak memberikan dimensinya untuk kita bertemu..
Maka biarkan kita bertemu dalam malam syahdu di atas selembar kain lembut alas mengadu..
Bila senyum dan tawa tak akan sanggup kita membaginya..
Maka biarlah tangis-tangis rindu kita yang 'kan menggantinya..
Bila ragaku tak mampu berada disisi untuk membagi kasih..
Maka marilah kita memohon kepada-Nya.. agar kasih kita tak terbatas dengan raga, dunia, dan nyata..
Biarlah dengan izin-Nya.. cinta kasih kita terpaut dunia lain disana.. dunia lain yang kita harap indah..

Kamis, 08 Mei 2014

Waktu

Waktu terus berlalu..
Tanpaku sadari yang ada hanya.. Aku dan kenangan..
-Untaian lirik lagu lama.

Entahlah..

Rasanya untaian lirik itu begitu cocok dengan segalanya akhir-akhir ini...

Rasanya memang semuanya hanya kenangan.. Entah kenangan penuh makna atau hanya peristiwa penambah dosa... Entah...

Tapi yang lain..
Rasanya terlalu buruk jika disebut kenangan penambah dosa... Karena ku akui sebagian telah menghantarkanku pada waktu yang kan selalu ku rindu. Waktu yang kan selalu ku mau.. Bersama mereka.. Bersama mereka yang akan selalu ku ingat dalam proses perubahanku..
(Oh Ka Riska.. Oh Bhekti.. Aku sayang sama kalian..)

Rasanya waktu begitu mengejutkanku dengan apa yang selalu dia tunjukkan.. apa yang selalu dia beri untuk persepsiku terhadap kenanganku.. terhadap masalaluku..

Rasanya dari hari ke hari.. Aku tak pernah berhenti berpikir.. tak pernah berhenti mencari apa yang seharusnya waktu tunjukkan padaku.. walaupun itu hanya sebuah keinginan dan firasat belaka bagiku...

Rasanya.. kenanganku bergitu berwarna.. begitu takjub ku kepada-Nya karena membuat segalanya tak pernah menjadi keinginanku.. Namun sekarang begitu bahagia ku menerima segalanya.. Takkan pernah mau ku melepasnya.. Melepas apa yang selama ini ku cari... melepas apa yang selama ini ku idam-idamkan...

Tapi..
Rasanya.. Beberapa kenangan tak pernah berhenti menamparku, mendorongku, dan menyeruku pada masa yang tak seharusnya sama dengannya.. Pada masa yang tak seharusnya bersumber darinya.. Kenangan seperti ini... takkan pernah ku lupakan.. tapi ku berusaha sekuatnya, untuk takkan pernah melakukan pengulangan...
Karena kenangan semacam ini... kadang hanya menjadi luka.. luka yang takkan sembuh begitu mudah.. luka yang membekas dan akan selalu ada sisanya..

Rasanya.. Rasanya.. dan rasanya...
Segala kenangan begitu berharga.. walaupun ku akui tak semuanya bermakna.. tapi setidaknya semuanya memberi arti pada hadirku hari ini...
Bahwa diriku saat ini... adalah kepingan kepingan jiwa yang telah dibangut olehnya...
Oleh kenangan yang dalam izin-Nya telah menjadi mililku..
Ya... milik aku dan hidupku...


"Waktu tak akan pernah berbohong.
Waktu tak akan pernah bersandiwara.
Dia selalu menyingkap kejujuran dibalik semua kepalsuan.
Dia sering kali menusukku dengan hal yang dia tunjukkan..
Namun diapun kerap memelukku, mendekapku hangat dengan matahari yang tak pernah hinggap dibayangku.
Dia kerap mendidikku... menyembuhkanku dari masa lalu nan pilu..
Kau membawakanku hadiah dan hari yang cerah.
Oh waktu... jika kau mampu ku lihat... jika kau mampuku genggam dengan wujudmu... maka izinkanlah aku menjadi kekasihmu... 
Kekasihmu... yang akan selalu menunggumu untuk memberi warna dalam hidupku..."
-Waktu oleh Pengagum-Mu.