Sabtu, 23 November 2013

Ketenangan

Akhir-akhir ini, perempuan pendiam itu sangat menginginkan dan mendambakan sebuah ketenangan. Ketenangan yang membawanya pada suatu masa indah yang tak ternilai. Suasana yang menemaninya pada seribu buah bahan pikiran. Suasana yang menyejukkan hatinya...

Dalam doa dan sujudnya tak lupa dan tak pernah terlewatkan, panjatan hati yang mengharap sebuah ketenangan. Ketenangan yang rasanya jadi bahan langka di abad dua puluh satu ini, abad yang katanya semua serba modern. Abad, ketika perubahan tak mengenal waktu.. ketika suasana hening nan syahdu telah digantikan oleh musik-musik meriah ala amerika. Masjid yang harusnya penuh kekhusyuan digantikan dengan ocehan para pengunjungnya yang telah lupa bagaimana cara menghargai dan menghormati para manusia yang sedang beribadah. Tertawa, berteriak tak karuan, dan berkata semau mulut berucap, sudah menjadi hal yang lumrah sampai menjadi hal yang tak ada takarannya, tak ada batasnya.

Di zaman seperti ini, bagaimana ketenangan dapat tetap ada pada jiwa-jiwa manusia? Bagaimana ketenangan diciptakan? Dan bagaimana mencari cara yang dapat membawa dan menempatkan kembali ketenangan pada hati-hati manusia? Bagaimana... Bagaimana... Bagaimana... Perempuan itu selalu bertanya-tanya...

Waktu yang lalu, perempuan itu begitu sibuk berpikir. Banyak berpikir. Tentang bagaimana dia tetap tenang dalam suasana seperti ini... Dia tak mau terlarut dalam suasana semu yang tak ada nilainya... Namun bagaimana dia harus keluar? Bagaimana... Bagaimana dia bisa tenang ketika membaur dengan kebisingan... Bagaimana dia tetap tenang ketika berada dikeramaian... bagaimana tetap tenang walau hati penuh kepiluan... Dimana ia harus mencari ketenangan.. Haruskah dia mencari? Atau mencipta?

Sulit rasanya, ketika harus beradaptasi dengan suasana yang tak diinginkan. Dengan lingkungan yang tak pernah ia dambakan... Terlebih dengan manusia-manusia yang sama sekali tak pernah dia harapkan.. sulit rasanya merayakan kepedihan... berteman dengan keramaian dan kebisingan yang mereka buat-buat, yang mereka cipta tanpa adanya ikatan rasa, hanya nafsu belaka... sulit dan muak. Muak dengan segala yang ada didepan mata... Dan bagaimana dia harus tenang menghadapi semua?

Perempuan itu paham... bukan suasana dan orang-orang yang ada didalamnya yang patut disalahkan.. Mereka hanya bagian dari skenario hidupnya yang mungkin berantakan. Dan bagaimana caranya untuk keluar dan berusaha menikmati hidupnya, menurutnya, hanya dengan ketenangan yang akan membawa pada keikhlasan atas suasana yang begitu tak diinginkannya..

Dia paham... dia terlalu bodoh dan tak bertanggung jawab untuk menyalahkan mereka...
Dia paham... dia terlalu lancang untuk muak terhadap semuanya...
Dia paham... dia terlalu angkuh untuk menyatakan bahwa hidupnya harus sempurna...
Tapi yang dia butuh hanyalah ketenangan... ketenangan untuk menghadapi semua...

Perempuan itu tak punya banyak harta untuk membeli ketenangan... membeli suasana tenang dan asri dipegunungan.. Apalagi pemandangan indah diluar sana... dia tak punya uang... Dia bukan orang kaya yang dapat dengan mudah menukar uangnya demi ketenangan.. dan hanya dengan menciptakannya dia mampu mempunyai ketenangan...
Dia hanya punya jiwa.. raga.. dan hati..
Hartanya yang paling berharga adalah hatinya... Alat yang paling berharga adalah raganya... Sesuatu yang tak ternilai adalah jiwanya... Yang dia butuhkan adalah menciptakan ketenangan... dan tanpa yang tercinta... Ketenangan tak akan bisa tercipta..
Karena menurutnya... ketenangan adalah harga tak ternilai dari Sang Pencipta...
Karunia yang takkan ada habisnya, yang Ia berikan pada hambanya yang tersayang...
Hanya ketenangan... perempuan itu hanya butuh ketenangan...
Agar dia bisa bersahabat dengan penderitaan..
Dan dalam setiap sujud, rukuk, dan dirinya... Tak lupa ia pinta ketenangan...

Ketenangan yang tak ternilai dari-Nya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar