Kamis, 19 Desember 2013

Aku...

Aku memanen hikmah dari kehilangan, ketika keberadaan menjadi kenangan. Kenangan yang kini hanya angan-angan. Hilang. Menyisakan ruang hampa dan cibir kasihan. Aku berusaha bangkit dari kehilangan, kehilangan yang sepatutnya menyayatku..
Aku korban yang ulung. Mengemis bak pemulung... Tak tahu malu. Betapa hinanya diriku ini bung!

Minggu, 15 Desember 2013

Arahan Waktu

Hari ini, aku berumur 19 tahun. Angka yang menuntutku untuk lebih dewasa, berkaca pada kenyataan, melihat dan menghadapi masa depan, dan berusaha lebih untuk apa yang ingin ku raih. 
Sembillan belas tahun. Mungkin waktu yang cukup singkat. Tak terasa semua waktu itu berjalan begitu cepat. Meninggalkan aku dengan diriku yang sekarang, menyisakan waktu yang akan datang, meninggalkan beberapa hal yang membuatku tertantang. 
Satu yang aku sangat pahami adalah, aku semakin tua. Ya walaupun berdasarkan umur aku belum pantas disebut sebagai orang dewasa, tapi aku sadar aku semakin tua. Setidaknya lebih tua dari dua tahun yang lalu, tiga tahun yang lalu, bahkan lima tahun yang lalu. Dan pada intinya, aku semakin tua.
Di usiaku yang sekarang ini, aku sadar, bahwa aku telah banyak berubah. Berubah dari segi pemikiran, tingkah laku, aktivitas, dan masih banyak lagi perubahan yang telah ku lakukan. Jika aku bisa menengok kebelakang, mungkin aku akan sadar betapa banyak yang ku tinggalkan, betapa banyak yang sudah ku buang, betapa banyak yang telah ku abaikan, demi satu perubahanku, perubahanku yang akan mengarahkanku pada perubahan-perubahan yang belumku lakukan sampai detik ini. Perubahan yang nantinya akan ku lakukan.
Aku sadar, hidup itu bagaikan roda yang harus berputar. Berputar dan mengantarkan setiap porosnya pada sisi kehidupan. Selama ini mungkin belum banyak sisi kehidupan yang ku ketahui. Diriku masih sebuah roh dan raga yang belum penuh dengan berbagai nilai dalam dunia dan kehidupan ini. Gelasku masih kosong, belum terisi. Untuk itu, izinkanlah aku yaAllah... untuk mengisi gelasku dengan tetesan kehidupan.. Buat aku selalu haus, haus akan nilai yang kan menggiringku pada sebuah masa yang selalu inginku gapai..
Di hari ini, aku ingin diriku memahami bahwa, hari ini, ya hari kelahiranku, adalah hari dimana waktu yang ku miliki akan semakin habis. Waktu ini akan menggiringku pada sebuah masa dimasa tak ada lagi masa untukku berkelana. Waktu ini akan mengarahkanku pada titik penghabisan hidupku... Entah aku terlalu aneh atau pemikir dan sebagainya, tapi hal yang selalu ada dibenakku tentang hari ini adalah mati.
Ya kematian.
Nanti ada masa ketika aku bahkan tak bisa lagi bernafas, menulis, mengetik, memainkan jemari ini diatas keyboard untuk membuat tulisan aneh yang ada dibenak.. melakukan segala aktifitas fisik yang selama ini ku lakukan.. Yang ada hanyalah hidup dialam lain dengan segala pertanggungjawaban..
Aku berharap, ketika nanti aku berteman sepi.. Itu bukan sepi yang harus ku tangisi, tapi sepi yang akan membuatku bahagia berseri-seri..
Sekarang, aku hanya akan mengikuti arahan waktu yang menggiringku pada masa itu.. Masa akhir, masa ketika ku ditinggal waktu, masa ketika aku harus berpisah dengan waktu.. waktu yang dulu selalu bersamaku...

Cinta

Aku tak mau gila karena cinta.
Cinta yang mungkin hanyalah sebuah angan belaka... yang ku coba terka, yang tak henti ku kira.
Aku tak mau menjadi budak yang tak lelah mencari cinta.
Cinta yang tak pernah ku genggam sebelumnya, tak pernah ku impikan sebelumnya.
Cinta nan jauh disana.. dilumbung asa berbalut sukar. dipuncak rasa tak bersinggung tawa.
Cinta nan jauh disana.. yang bisa digapai dengan angan muna.
Aku tak mau jatuh karena cinta.
Jatuh kelubang nista nan fana.
Tersungkur payah tak berharga.
Diam tak berdaya.. ditinggal luka..
Menyisa sesal yang tak kunjung pudar... Perih.. Tak pergi meski terbakar...
Aku tak mau kalah karena cinta..
Membuat raga hilang tiada hormat.
Menyisa jiwa yang tak pantas tertambat.
Membawa malu.. Mengukir ragu dan pilu... Lalu tak tahu kemana harus mengadu...

Sabtu, 14 Desember 2013

Jenuh

Jenuh...
Berlalu seiring waktu
Ramah disambut jika hendak bertemu
Lalu berlabuh bersama pilu
Jenuh... Jenuh...

Jenuh...
Hinggap rasa hambar disekitar
Torehkan laku buat hati tak bergetar
Sisipkan makna hampa
Luluh... Mudah gentar...
Jenuh... Jenuh...

Jenuh...
Tak ada ceria dan sangka
Hanya rasa tak berasa
Tak ada luka
Tak ada makna
Jenuh... Jenuh...

Jumat, 13 Desember 2013

Topeng

"buka dulu topengmu... biarku lihat wajahmu... biarku lihat warnamu..."

Lagu Peterpan yang sudah terbilang lama itu membuatku sedikit tertawa. Tertawa miris hampir meringis. Ku rasa ada kesan dan pesan yang cukup mengena dalam liriknya, walaupun aku menangkapnya dari kacamata yang mungkin berbeda dari makna yang disampaikan oleh lagu tsb. Penggalan dari lirik lagu itu sangat relevan dan cocok dengan keadaan saat ini... sangat cocok untuk melukiskan keadaan dan kehidupan manusia saat ini...

Buka dulu topengmu.. Topeng, ya topeng.
Kita semua tentu memiliki topeng, topeng yang akan dilihat oleh orang sebagai tameng. Topeng yang kan menggambarkan identitas diri kita masing-masing, ya setidaknya identitas yang ingin kita perihatkan sebagai ciri dan tanda kita sebagai manusia. Tentu bisa jadi sebenarnya bukanlah diri kita apa-adanya. Bisa saja hanya topeng buatan, buatan kita sebagai manusia. Buatan kita, kita yang ingin semua orang melihat apa adanya topeng tsb... bukan diri kita sebenarnya...

Dunia ini sesakkan dengan topeng-topeng buatan manusia, topeng-topeng yang kita buat sesuka hati.. Topeng yang beragam.. Topeng yang bermacam-macam. Mungkin.. Mungkin.. Pada kehidupan sekarang sangat sulit-sangat sulit bukan berarti tidak bisa-untuk menemukan orang tanpa topeng. Sepengalamanku... mereka semua bertopeng.. walaupun mereka melepas topeng dihadapanku... mereka tetap bertopeng dihadapan dia, kamu, atau kalian... Begitu pula aku, akupun bertopeng. Kalian yang tidak mengenal dan memahami aku, kalian yang didekatku dan membuatku tak nyaman, aku bertopeng.. Aku pikir dibeberapa titik, tidak menjadi masalah seseorang bertopeng... Topeng memang tameng.. tapi tameng bukan sekedar tameng.. Itu upaya proteksi bukan?

Beberapa hal mengindikasikan topeng bukan hanya hal yang negatif..
Tapi topeng juga bisa jadi hanya fiktif yang membuat orang naif..
Aku tak menyangkal kalau seorang bebas mengukir topengnya, tapi yang tak aku habis pikir adalah.. bagaimana kita dapat hidup normal dengan topeng-topeng berkeliaran disekitar?
Sebetulnya aku senang dengan hal tersebut, aku bisa banyak belajar, memahami lingkungan sekitar yang notebene jauh berbeda denganku dan tak sesuai dengan kemauanku, banyak hal yang ku pelajari dari topengmu, topengnya, topeng kalian dan topengku sendiri.. Aku senang tapi tak sepenuhnya, aku merasa dibuat dewasa tapi sayang tak begitu membuatku bahagia...
Semuanya serba dilematis..

Mungkin juga aku munafik... naif dan memiliki topeng yang belum mau ku lepas.. dan aku sadar.. Aku harus melepasnya... Karena dunia bukan sandiwara yang dengan mudahnya kita berganti peran dan watak untuk masa yang diinginkan.. Hidup adalah kenyataan... kenyataan yang kadang layaknya sandiwara...
dan aku tak mau jadi aktor ulung yang pandai berganti peran... yang pandai berganti muka, berganti arah dan jalan tujuan...

Tetapi satu yang kita harus pahami... Kita tak punya topeng yang kita pakai saat berhadapan dengan Tuhan kita. Dia tau segala.. tameng atau topeng kita tak akan membantah dan mengelabui-Nya..
Dan hal yang tak pernah dan belum aku paham adalah...
Jika Tuhan tak bisa dikelabui, mengapa kita masih saja gemar memakai topeng duniawi?
Apakah kita pikir Tuhan dengan mudahnya tertipu dengan topeng-topeng indah yang kita buat?
Bukankah kita sudah paham benar jawaban dari pertanyaan diatas?
Mengapa kita tak lepas dari topeng formalitas?
Seakan waktu kita tak terbatas...

Kamis, 12 Desember 2013

Random Place

*sunyi*

Aku disini sendiri... mengapa tak ada seorangpun yang menyepi.. apa kau tak merasa bahwa aku berperih? Hai kau... ya aku disini menanti... menanti rasa berseri-seri... Apa kau tak kunjung mengerti? Bahwa aku telah lelah menyendiri... berteman sepi... berkawan sunyi...

*ramai... penuh canda tawa*

Bersama kita tertawa... Bersama kita berbagi canda dan duka... Suasana ini, tak membunuhku.. keramaian ini tak membuatku pilu... Kadang dan memang, aku benci keramaian.. Tapi keramaian ini begitu damai, mungkin kalah dengan sunyi yang membuai.. Keramaian ini... Dua pohon besar ini... Sepeda lampu ini... membuatku bahagia... Jalan yang bernama Malioboro ini... Kota ini... Membuatku merindukan kalian.. Kalian ya kalian...
Kadang, aku cinta keramaian ini... Keramaian yang membuatku berseri...

*bising... kendaraan berlalu lalang*

Muak. Jenuh. Menjemukan.
Mengapa semua orang seolah robot... robot tak berjiwa yang suka berkelana mengejar dunia.. Mengapa seolah semua lupa kalau punya jiwa.. Mereka hanya raga... dan mereka seolah tak berjiwa, kering, rapuh, runtuh tergerus arus yang terus menggerus...
Apakah mereka tak bosan dengan dunia yang semakin menuntut? Dengan keadaan yang tak mengenal kewajaran?
Kadang, kami tak ubahnya hanyalah sebuah bala tentara nafsu menderu-deru..
Berlaku sesukanya hingga tak kenal waktu..
Uang dicari, dunia dikejar...
Tapi ilmu mudah berlalu, ujian dan cobaan hanya sebuah momen yang hanya menyisakan pilu...
Seolah kami lupa, siapa yang Maha penolong...
Kami lupa... Kami khilaf...
Setiap hari... hanyalah rutinitas berharga formalitas yang kami jalani.. Kami tak paham bahwa kami akan mati.. Kami tak pernah berpikir bahwa beberapa ada yang Dia tak sukai...
Entah kami lupa... Entah kami khilaf...

*hujan lebat... udara lembab*

Tak pernah serumit ini aku menghargai sebuah tetesan hujan... Tak pernah sesulit ini aku memahami arti sebuah tetesan hujan..
Mereka bilang.. Hujan adalah berkah... menghidupkan tumbuhan dan hewan... memberi makna hidup kepada bumi... memberikan rejeki kepada penghuninya...
Tapi tak pernah ku pahami bahwa banjir adalah sebuah berkah, atau rob sebuah rezeki yang patut disyukuri... Tak ku mengerti air comberan dijalan akan menghidupkan hewan dan tumbuhan...
Mengapa segala bentuk rejeki dari hukan menampakkan sisi lain yang tak ku pahami?
Dulu aku senang mandi hujan, merasakan anugerah yang tak lagi dirasakan sekarang...
Dulu aku riang jika hujan, karena hujan berarti senang dan tawa bersama kawan...
Tapi mengapa hujan telah menghancurkan? Menghancurkan beberapa hal yang ditimpanya...
Mengapa...


Tapi... aku sadar... ternyata bukan hujan yang salah... tapi kami. Ya kamilah yang tak mudah dan senang bersyukur... kamilah yang selalu mengartikan cobaan sebagai musibah...
Kami yang tak pernah paham bahwa nikmat tak selalu bahagia..
Kami yang tak mengerti bahwa nikmat tak semuanya akan membuat kami berseri...

*suara deru kereta api... pagi... sepi...*

Aku senang suasana ini... Tak begitu ramai dan sepi... terlebih ada orang terkasih menepi...
Aku akan rindu suasana ini... Suasana yang tak memaksa kita menjadi seorang yang munafik..
Suasana yang mampu mengenal diri ini...
Mengenal diri masing-masing yang begitu sulit dimasa yang lain..
Suasana abadi yang kan selalu ada dihati...

Bulan

Bulan...
Malamku penuh riang. Entah apa yang kurasa... tapi malam ini berbeda, berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Malam ini berbeda ... malam ini penuh rasa... malam ini tak terduga... malam ini tak ku sangka...
Bulan...
Haruskah aku bahagia? Atau lebih baik ku berlaku biasa? Tapi tahukah kau bulan? Ini adalah rasa yang langka, rasa yang sudah lama hilang, pergi tak terduga, menyisa ruang hampa... 
Bulan...
Mungkin aku terlalu terlena.. Atau mungkin ku tak kuasa menahan rasa dan jiwa yang germar berkelana... ku tak mampu menjaganya, menjaganya untuk tetap diam normal dan biasa saja... Salahkah aku?
Bulan...
Mungkin aku yang terlalu sibuk berpikir hingga ku tak mengerti apa yang seharusnya ku lakukan... Apa yang harus benar-benar ku coba dan ku rasakan... Mungkin aku terlalu banyak merenung hingga ku terlalu jauh untuk terus bersangka-sangka... Menyangka yang tak ku pahami... Mengira yang sebetulnya tak pasti...
Bulan..
Mungkin aku terlalu sombong. Sehingga orang lain seakan tak gemar menemaniku berbondong... Aku terlalu pongah, sehingga mereka lupa bahwa aku juga manusia lemah... Yang butuh sandaran, yang butuh teman, yang butuh pelengkap...
Bulan..
Hari ini memang tak banyak hal bermakna.. Tapi dari ketidakbermaknaan, aku menghargai kesan... Aku menghargai bahwa dari ketidakbermaknaan masih ada kesan-kesan sederhana yang sebetulnya memang harus ku syukuri... Yang harus ku pahami bahwa hal penuh makna tidak selamanya mengesankan... Tidak selamanya mudah menimbulkan perhatian..
Bulan..
Malam ini aku sadar... Mungkin rasa egoisku sedikit memudar... Aku sadar ada yang salah selama ini... Ada hal yang mungkin keliru.. Aku sadar, bahwa aku hanya makhluk sosial... Butuh bantuan dan berkeinginan membantu.. Aku sadar itu... sadar...
Bulan...
Aku paham bahwa aku adalah manusia yang telah diberi kekurangan dan kelebihan seperti yang telah ditetapkan-Nya.. Aku sadar bahwa aku hanya hambanya... hambanya yang kecik tapi tak luput dari pandangan... Aku paham bahwa aku hanyalah manusia biasa... yang masih juga membutuhkan manusia (yang lain)...

Selasa, 10 Desember 2013

Orang Asing

Aku tahu aku bukanlah orang yang kau kenal... gerak-gerikku.. tingkah lakuku.. pembawaan dan pemikirankupun tak sedikitpun kau kenal..
Tapi bisakah kau berlaku sewajarnya denganku? Selayaknya seorang yang hanya melihat perbedaan yang ada? Bisakah kau menilaiku hanya dengan ala kadarnya..
Anggap saja aku hanya numpang lewat dihidupmu atau mungkin anggap aku tak ada sama sekali..
Anggap aku hanya orang asing yang tak kau urusi urusannya..
Anggap aku seorang pemain figuran..
Yang tak penting dalam hidupmu..
Yang tak berarti dalam hatimu..
Aku hanya orang asing.. Jadi anggaplah aku demikian..
Tak perlu kau urusi aku dan pemikiranku..
Karena aku adalah aku, yang takkan mungkin menjadimu...
Tinggalkanlah aku yang nyaman menjadi orang asing..
Karena sekuat apapun kau berusaha mengenalku, aku hanya akan menjadi orang asing bagimu..
Orang asing yang kau kenal..

Lindungilah!

Di hari menjelang hari jadi... 
Aku banyak berpikir... 
Banyak merenungi waktu yang telah terkikis.. 
Waktu yang telah terlewati... 
Waktu yang telah ku buang sia-sia..
Ku buang dengan tangan hampa sebagai sisa...

Selama lebih kurang delapan belas tahun aku hidup..
Apa yang telah ku lakukan untuk orang-orang yang ku cintai?
Apa yang telah ku lakukan untuk diriku sendiri?
Apa yang telah ku lakukan untuk bersyukur pada Zat Yang Maha Suci?
Apa yang telah ku lakukan...
Apa yang telah ku berikan..

Dulu, tak pernah ku berpikir bahwa hidup akan serumit ini..
Bahwa hidup akan penuh pertanggungjawaban..
Setiap detik yang ku habiskan akan dipertanyakan..
Setiap kata yang ku ucapkan akan dipertanggungjawaban..
Setiap perbuatan akan dibuat tuntutan..
Setiap pandangan, pendengaran, sentuhan dan derap langkah akan dipertontonkan..
Betapa sedikitpun tak luput dari perhatian-Nya..
Betapa takkan ada sedikitpun yang dilupakan-Nya..
Betapa semua hal didunia takkan lengah dari pandangan-Nya..

Semua hal ini..
Mengapa baru terpikirkan olehku?
Mengapa aku baru membuka mata?
Mengapa aku baru bisa mengetuk hati?
Seolah selama ini aku tertidur di jurang gelap tak bercahaya..
Seakan dunia membelai jiwaku yang rentan dan lemah terhadap goda..

Disisi lain aku bersyukur..
Karena aku terjaga sebelum tubuhku terkujur..
Karena ku terbangun sebelum aku pulas hingga mendengkur..
Aku diselamatkan.. Dan aku patut bersyukur..
Namun disisi lain aku merintih..
Betapa tak mampu ku hapus dosa lama yang membuatku berperih..
Aku tak mampu mengubah masa lalu yang kini bertepi..
Ku tak bisa memudarkan masa yang kini ku caci..
Aku hamba yang aibnya terpatri, tetapi telah ditutupi..
Ditutupi oleh zat yang tak pernah bersembunyi..
Yang kini ada dihati..
Hati hamba yang dulu sunyi..

Ya Ilahi..
Mungkin tiada hari tanpa dosa ku beri..
Dan khilaf masih tersisa didiri..
Sangka masih hinggap dihati..
Maka itu lindungilah aku ya Rabbi..
Lindungilah aku dari kesalahan masa lalu..
Selamatkanlah aku dari cobaan berujung pilu..
Kuatkanlah hati ini..
Kokohkanlah azzam yang ingin selalu ada dijalan-Mu..
Tangguhkanlah ia..
Kuatkanlah ia..

Minggu, 08 Desember 2013

Sempurna, semu, ambigu...

Di dalam hidup, aku menyadari bahwa tak ada yang sempurna. Tidak ada seorangpun yag mampu menciptakan kesempurnaan yang hakiki. Tidak ada seorangpun yang dapat menjalani kisah yang sempurna. Aku paham bahwa dunia ini berputar, dan karena itulah tidak ada hal yang disebut sebagai kesempurnaan, kecuali segala sesuatu yang dikehendaki-Nya, suatu yang diluar jangkauan manusia, suatu yang hanya terdapat pada Sang Pencipta, suatu hal yang hak dan hakiki, suatu yang tidak dapat manusia jelaskan dan deskripsikan.. Suatu diluar nalar... Suatu yang tak tertangkap indra... Menurutku, bisa jadi hal itu adalah kesempurnaan.. Kesempurnaan Sang Pencipta...

Aku paham, suatu yang identik dan lekat pada manusia hanya sebuah kesemuan dan tidak dapat mencapai kesempurnaan. Karena manusia hanya makhluk, bukan pencipta.. dan bukan menjadi hak manusia untuk mencapai kesempurnaan...

Oleh karena itu, aku paham.. aku mengerti.. dan aku mengetahui... bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Ini hanya dunia, kehidupan dunia hanyalah senda gurau bagi-Nya.. Tidak ada kesempurnaan tanpa kehendak-Nya.. Karena aku tak begitu memahami begaimana kehendak-Nya, aku paham bahwa dunia ini bukanlah tempat yang sempurna...

Akan tetapi, ada hal yang tak ku pahami, atau mungkin hal yang belum aku pahami... Beberapa pertanyaan terlintas dipikiranku.. Mengapa aku harus bersandiwara untuk mencapai kesempurnaan yang ku tahu semu? Bukankah aku paham bahwa tak ada hal yang sempurna? Bukankah aku mengerti bahwa semua hal ini tak hakiki? Mengapa aku tak lelah melakoni sandiwara ini? Mengapa seolah aku begitu dungu... begitu bodoh dan tuli.. apakah ku tak punya hati nurani? Atau hatiku sudah terkunci? Tidak... Tak mungkin... Tidak akan mungkin...

Kadang, aku muak dengan kehidupan yang seolah menuntutku.. menjeratku dan tak memahamiku.. disisi lain aku tak memungkiri bahwa aku menyenangi dunia ini.. Akan tetapi disisi lainpun aku tak suka dengan semua ini... aku benci hal yang berlebihan... terlebih dengan dunia ini.. aku tak mau menjadi orang yang merugi.. aku tak mau menjadi orang yang tak tahu diri... Tetapi mengapa aku masih saja menikmati sandiwara ini? Mengapa aku masih saja memuji sana-sini...

Aku tak paham.. aku tak mengerti.. Bagaimana ku harus menghentikan semua ini.. mungkin aku paham tujuan dan keinginanku.. tetapi aku tak paham bagaimana mengajak mereka berjalan bersamaku... aku tak mengerti bagaimana mengajak mereka yang kusayangi untuk ada dijalur ini... aku tak mengerti, aku tak pahami...

Aku dan Sahabatku

Namaku Titah. Titah Hati Khoirurrokhmah. Nama yang menurut beberapa orang dan aku bagus. Titah dalam Bahasa Sunda artinya suruh, perintah, atau kehendak. Hati adalah hati, aku mengartikannya sebagai perasaan, kata hati, batin atau mungkin yang mengisi relung jiwa. Khoir dalam bahasa arab adalah baik dan rohkmah adalah kasih sayang. Begitulah kira-kira namaku, dan orangtuaku berharap semoga aku menjadi anak yang selalu menuruti kata hati yang baik dan bisa menjadi seseorang yang selalu memilih kasih sayang sebagai jalan tujuanku, walaupun Titah Hati sedang berada dilingkungan yang tak benar menurut kata hatinya, tetapi setidaknya dia selalu bisa berkaca dari namanya yang akan menunjukkan jalan yang seharusnya Titah Hati tempuh. Begitulah kira-kira harapan dan keinginanku dari sebuah nama yang mereka berikan.

Aku adalah orang yang sederhana, mencintai kesendirian, penuh prinsip, dan tidak mudah diintervensi dari luar, begitulah kira-kira aku dari sudut pandangku. Beberapa kawanku bilang aku pengasih, penyabar, dan kritis... tapi aku sendiri selalu bertanya-tanya apakah memang aku seperti itu?

Aku tumbuh dilingkungan yang kurang mendukungku. Orangtuaku tak begitu memahami apa yang diinginkanku, walaupun mereka memang selalu melakukan apa yang terbaik bagiku, berkorban demi aku, dan rela melakukan apapun demi anaknya ini... tapi tetap ada beberapa hal yang tak mereka pahami dari diriku. Mereka mungkin terlalu sibuk dengan hal-hal yang harus mereka tanggung sebagai orangtua. Jelas sekali aku hanya salah satu dari empat anaknya. Masih banyak ruang yang mereka isi dengan anak-anaknya yang lain... Jelas aku bukan orang nomor satu. Tapi setidaknya kamilah orang nomor satu..

Aku bukan orang yang mudah mengambil keputusan... terlebih keputusan untuk menyatakan seseorang sebagai sahabatku. Menurutku... Sahabat bukanlah kata-kata instan yang bisa lahir dari pertemanan dua tiga bulan.. bukan pula lahir dari hubungan yang hanya senang-senang... apalagi lahir dari peristiwa yang tak bermakna.. Sahabat adalah proses.. Sahabat adalah barang mahal... Sahabat adalah suatu harga mati yang tak dikompromi.. Sahabat adalah segala... Segala bahkan dibawah dunia..
Aku punya beberapa sahabat dalam hidupku, mereka adalah calon arsitek, calon apoteker, ibu dokter yang sedang meneliti dunia perikanan, dan calon psikolog atau manager sdm (entahlah apa yang dia pilih nanti). 
Ya... Sahabatku adalah mereka.. mereka yang selalu bersamaku. Mereka yang tak kenal lelah mendengarkan celotehku. Mereka yang selalu nyaman bersamaku. Mereka yang selalu menganggapku ada. Mereka yang selalu menjadi bahan pikiranku.

Sahabatku yang pertama adalah si calon arsitek.. Kurang lebih kita telah bersahabat selama tujuh tahun. Yang aku tahu.. waktu, perbedaan pemikiran, perbedaan tempat sekolah atau kuliah, dan perbedaan yang lainnya tak mampu memisahkan kami. Akan selalu ada masa kita bersama, bercerita, menghabiskan waktu malam minggu dengan duduk lama diwarung makan mie aceh. Bercanda, tertawa, kehujanan, semuanya sudah kita lewati. Tak jarang kita sering salah paham, tak jarang juga aku kesal dan marah dengannya, tapi apapun konflik yang kita alami, tak mampu menjauhkan kita satu sama lain. Walaupun aku dan dia sedang sibuk masing-masing dengan urusan kuliah dan sebagainya, dan jarang sekali berkomunikasi, tapi kami selalu menyisakan hati kami untuk diisi dengan kisah-kisah yang lalu dan yang mendatang.. kita tak akan melupakan satu sama lain.. karena kita adalah sahabat selamanya :”)
Dia yang memahami segala kekuranganku.. kekurangan kehidupanku... Dan dia selalu bisa memahamiku.. walaupun ku tahu dia tak terlalu sama denganku... tapi memiliki sahabat seperti dia yang manja dan sebagainya adalah karunia dalam hidupku.. dia sahabatku.. Sang Calon Arsitek.

Sahabatku LW<3

Sahabatku selanjutnya yaitu sang calon apoteker. Dia adalah orang yang tegas, senang berbisnis, dan teguh dengan pendiriannya, dan tidak peduli dengan orang lain yang mungkin tidak suka dengannya. Dia adalah seorang yang pekerja keras. Aku merasa beruntung memiliki sahabat sepertinya... aku belajar bagaimana kita harus mandiri, harus berusaha tidak selalu bergantung kepada orang lain, harus berusaha semaksimal mungkin untuk membahagiakan orangtua, harus memberikan yang terbaik kepada orang terkasih, terutama keluarga. Satu hal yang sangat melekat pada dirinya adalah keluarganya. Baginya keluarganya nomor satu.. Ya kurasa semua orang akan mengatakan keluarga adalah nomor satu, tapi tak semua orang akan benar-benar menunjukkan bahwa keluarga adalah nomor satu... Tapi dia, sahabatku ini benar-benar menunjukkan hal tersebut...

Menjadi sahabatnya menyenangkan, tak jarang kita tertawa terbahak-bahak untuk suatu hal yang kita senang, kita menangis bersama, bercerita dan bermain sampai kadang tak kenal waktu... Tapi dari semua itulah kami bersahabat... dari sebuah masjid bernama Al-Huda.. Dari sebuah warung es buah dipinggir Jalan Merdeka, dari sebuah pasar di daerah depok dua (lupa nama pasarnya), dari sebuah toko sederhana... waktu yang kita jalani memang singkat... dan hal-hal yang kita lakukanpun hanya hal-hal sederhana seperti makan es buah, ngobrol santai berjam-jam dimasjid... ya hanya waktu-waktu singkat yang sederhana yang kami habiskan... tapi itu saja cukup bagiku.. karena kia sama-sama mencintai kesederhanaan.. sama-sama berpikir kalau tempat yang tak biasa tidak akan berpengaruh bagi kami... dijalanpun kami merasa menghabiskan waktu dengan indah.. kami tak perlu tempat-tempat bagus atau mall untuk menghibur diri kami.. hanya masjid bernama Al-Huda... itu saja sudah lebih dari cukup buat kami...

Untuk sahabatku sang calon apoteker... terimakasih telah meluangkan waktunya untuk menjadi sahabatku.. sahabat yang tak akan ku lupakan.. sahabat yang terlalu mandiri, sampai kadang aku berpikir bahwa sebenarnya kau pun tidak membutuhkanku sebagai sahabat.. tapi aku tahu aku tetap sahabatmu.. sahabatmu.. sahabatmu...

Sahabatku YM<3

Selain itu aku punya sang ibu dokter yang berkelana didunia perikanan.. dia adalah seorang yang tak terlalu banyak menghabiskan waktu denganku.. waktu kita untuk bersama terbilang singkat.. tapi dari kesingkatan itulah dia telah menjadi sahabatku... sahabatku yang satu ini adalah seorang jawa tulen. Tingkahnya dan perilakunya sangat kental dengan nilai-nilai budi pekerti jawa... Cara bicaranya, bagaimana dia memperlakukan seseorang didekatnya, dan bagaimana dia hidup.. menurutku, dia adalah seorang jawa tulen... dia adalah orang yang penuh dengan kasih sayang, dia lembut, senang membantu orang lain, dia penurut, dia sangat menyayangi ibunya yang juga penuh dengan kasih sayang, dia sangat ramah, sangat mudah berbaur dengan berbagai kalangan, sangat welcome dengan siapapun... aku bisa memanggilkan dengan sebutan ‘mba’... Mba aku kangen... mba aku kangen... tak jarang aku menangis sendiri jika ingat dengannya... dia memang bukan orang yang selalu mengingat hal yang sudah aku ceritakan padanya, tapi dia adalah pendengar yang baik, sangat amat baik.. dia pekerja keras, dan yang sangat amat aku pahami... dia adalah seorang yang mempunyai mimpi besar.. dia tak akan pernah menyerah pada mimpinya.. dia tak akan menyerah pada keadaan... dia adalah pemimpi yang ulung..

*mba aku kangen... kangen... mba aku sayang sama mba. Sayang banget sayang banget... yang betah ya di Purwakerto.. yang rajin disana... sabar ya kalo kangen sama ibu :”)*

Dia adalah sahabat yang sudah seperti kakaku, walaupun umurku lebih tua darinya, tapi dia seolah seperti lebih dewasa dariku... dia adalah seorang yang sulit sekali untuk bercerita tentang hal pribadi.. dulu aku sampai harus berusaha untuk membuatnya cerita dan berterus terang tentang suatu masalahnya.. memang dia adalah orang yang menutup diri untuk hal yang seperti itu.. tapi akhirnya dia terbuka denganku... Aku hanya tidak mau menjadi seorang sahabat yang tidak mengerti sahabatnya sendiri... Aku hanya ingin mengenal mba...

Aku mungkin bukanlah sahabat yang selalu ada buatmu mba, tapi ketahuilah mba selalu ada ruang dalam hatiku untuk menyebutmu sebagai sahabat yang tidak akan pernah tergantikan... Kamu mba, yang pertama kali ajak aku itikaf... semoga tahun besok kita bisa itikaf bareng ya mba... kamu mba.. kamu.. ya sahabatku.. sahabatku...

Sahabatku NAW<3

Yang terakhir... Ya the one and only...

Ya dia yang diluar sana... ya dia yang biasa aku sebut voldy.. ya voldemort...

Dia adalah sahabatku yang satu-satunya berbeda denganku.. ya dia seorang dari jenis yang berbeda denganku *kalian mengerti apa yang ku maksud*.. dia yang menurutku sangat amat sepemikiran denganku. Bagaimana kita bisa menjadi seorang yang idealis bersama-sama. Bagaimana kita bisa menjadi seorang yang sama-sama mencintai kesendirian dan keheningan. Kita yang bersama-sama memiliki masalah.. ya semua orang ku rasa memiliki masalahnya masing-masing...

Dia adalah orang yang akhir-akhir ini menjadi pendiam. Menjadi seorang yang mungkin jauh berbeda pada masa sebelumnya.. dia adalah seorang yang senang dengan buku-buku. Dia yang banyak bicara kepadaku. Dia yang selalu mematahkan argumenku, dia yang selalu berusaha menceramahiku, dia yang selalu berusaha untuk mengingatkanku, dia yang selalu beradu pendapat denganku, dia yang selalu menjadi partner debatku, dia yang selalu ada untukku, dia yang selalu menerimaku, dan dia yang selalu menghargai setiap sahabat dalam hidupnya.. menurutnya sahabat adalah segalanya... sahabat adalah segalanya...

Dia adalah orang yang jika membenci sesuatu... maka dia akan membencinya sepenuhnya.. katanya, “Gua bukan orang yang setengah-setengah. Gua suka totalitas”... Ya begitulah katanya..
Yang aku tau, hidupnya berprinsip.. dia tidak mudah diintervensi oleh orang lain, dan dia adalah orang yang menurutku adalah sebagian dari aku.. kadang aku berpikir bahwa dia adalah aku dari jenis yang berbeda.. karena begitu sepemikirannya aku dengannya... kadang aku berharap dan menghayal, mengapa kita tidak diciptakan dari jenis yang sama... dan sampai sekarangpun aku selalu berharap kita adalah sama... tapi tetap kita berbeda.. dan jika kita berbeda... tentu kita tak bisa selamanya bersama.. Entahlah...
Bersahabat dengannya adalah hal yang indah bagiku.. bagaimana akhirnya aku bisa mengenal diriku sendiri. Bagaimana aku mengerti beberapa hal. Bagaimana aku memahami hal yang sebelumnya tak pernah aku pahami.. bagaimana aku menjadi seorang seperti sekarang, bagaimana aku menjadi seseorang yang memiliki begitu banyak kenangan.. kenangan dengannya... kenangan kami...

Kita memang bukanlah orang yang terbilang biasa dan rata-rata.. kita berbeda... kita bahkan dapat memahami apa yang tak perlu kita sebutkan masing-masing... Kita adalah satu... Ya setidaknya itu menurutku.. karena untuk mendeskripsikannya saja aku harus bingung.. seolah seperti sedang mendeskripsikan diriku sendiri.. ya kita memang satu... tapi kita berbeda..

Mungkin ada beberapa hal yang ingin aku sampaikan padanya... ya tentang suatu hal yang seharusnya dia mengerti dan pahami.. Tapi sudahlah.. Aku berusaha untuk mengikuti hal yang membawa diriku pada waktu itu... Dan aku pikir dia mulai memahami apa yang selalu ingin dia ketahui...

Aku menyayanginya seperti aku menyayangi diriku sendiri. dia adalah sahabatku... ya sahabatku... sahabatku... sahabatku...

Sahabatku MN<3

Kalian adalah sahabatku.. sahabat terbaikku.. Aku sangat berterimakasih kepada kalian yang telah mengisi waktu tidurku sebagai pupa... Kalian mengisi waktu tidurku dengan indah... Kalian telah mengubahku... Mengubahku menjadi kupu-kupu langka di dunia.. Salah satu spesies yang indah... Ya kalian mengubah hidupku.. Kalian titipan Tuhan *Allah SWT*


Terimakasih telah mengubahku menjadi kupu-kupu... Terimakasih sahabatku...