Kamis, 19 Desember 2013

Aku...

Aku memanen hikmah dari kehilangan, ketika keberadaan menjadi kenangan. Kenangan yang kini hanya angan-angan. Hilang. Menyisakan ruang hampa dan cibir kasihan. Aku berusaha bangkit dari kehilangan, kehilangan yang sepatutnya menyayatku..
Aku korban yang ulung. Mengemis bak pemulung... Tak tahu malu. Betapa hinanya diriku ini bung!

Minggu, 15 Desember 2013

Arahan Waktu

Hari ini, aku berumur 19 tahun. Angka yang menuntutku untuk lebih dewasa, berkaca pada kenyataan, melihat dan menghadapi masa depan, dan berusaha lebih untuk apa yang ingin ku raih. 
Sembillan belas tahun. Mungkin waktu yang cukup singkat. Tak terasa semua waktu itu berjalan begitu cepat. Meninggalkan aku dengan diriku yang sekarang, menyisakan waktu yang akan datang, meninggalkan beberapa hal yang membuatku tertantang. 
Satu yang aku sangat pahami adalah, aku semakin tua. Ya walaupun berdasarkan umur aku belum pantas disebut sebagai orang dewasa, tapi aku sadar aku semakin tua. Setidaknya lebih tua dari dua tahun yang lalu, tiga tahun yang lalu, bahkan lima tahun yang lalu. Dan pada intinya, aku semakin tua.
Di usiaku yang sekarang ini, aku sadar, bahwa aku telah banyak berubah. Berubah dari segi pemikiran, tingkah laku, aktivitas, dan masih banyak lagi perubahan yang telah ku lakukan. Jika aku bisa menengok kebelakang, mungkin aku akan sadar betapa banyak yang ku tinggalkan, betapa banyak yang sudah ku buang, betapa banyak yang telah ku abaikan, demi satu perubahanku, perubahanku yang akan mengarahkanku pada perubahan-perubahan yang belumku lakukan sampai detik ini. Perubahan yang nantinya akan ku lakukan.
Aku sadar, hidup itu bagaikan roda yang harus berputar. Berputar dan mengantarkan setiap porosnya pada sisi kehidupan. Selama ini mungkin belum banyak sisi kehidupan yang ku ketahui. Diriku masih sebuah roh dan raga yang belum penuh dengan berbagai nilai dalam dunia dan kehidupan ini. Gelasku masih kosong, belum terisi. Untuk itu, izinkanlah aku yaAllah... untuk mengisi gelasku dengan tetesan kehidupan.. Buat aku selalu haus, haus akan nilai yang kan menggiringku pada sebuah masa yang selalu inginku gapai..
Di hari ini, aku ingin diriku memahami bahwa, hari ini, ya hari kelahiranku, adalah hari dimana waktu yang ku miliki akan semakin habis. Waktu ini akan menggiringku pada sebuah masa dimasa tak ada lagi masa untukku berkelana. Waktu ini akan mengarahkanku pada titik penghabisan hidupku... Entah aku terlalu aneh atau pemikir dan sebagainya, tapi hal yang selalu ada dibenakku tentang hari ini adalah mati.
Ya kematian.
Nanti ada masa ketika aku bahkan tak bisa lagi bernafas, menulis, mengetik, memainkan jemari ini diatas keyboard untuk membuat tulisan aneh yang ada dibenak.. melakukan segala aktifitas fisik yang selama ini ku lakukan.. Yang ada hanyalah hidup dialam lain dengan segala pertanggungjawaban..
Aku berharap, ketika nanti aku berteman sepi.. Itu bukan sepi yang harus ku tangisi, tapi sepi yang akan membuatku bahagia berseri-seri..
Sekarang, aku hanya akan mengikuti arahan waktu yang menggiringku pada masa itu.. Masa akhir, masa ketika ku ditinggal waktu, masa ketika aku harus berpisah dengan waktu.. waktu yang dulu selalu bersamaku...

Cinta

Aku tak mau gila karena cinta.
Cinta yang mungkin hanyalah sebuah angan belaka... yang ku coba terka, yang tak henti ku kira.
Aku tak mau menjadi budak yang tak lelah mencari cinta.
Cinta yang tak pernah ku genggam sebelumnya, tak pernah ku impikan sebelumnya.
Cinta nan jauh disana.. dilumbung asa berbalut sukar. dipuncak rasa tak bersinggung tawa.
Cinta nan jauh disana.. yang bisa digapai dengan angan muna.
Aku tak mau jatuh karena cinta.
Jatuh kelubang nista nan fana.
Tersungkur payah tak berharga.
Diam tak berdaya.. ditinggal luka..
Menyisa sesal yang tak kunjung pudar... Perih.. Tak pergi meski terbakar...
Aku tak mau kalah karena cinta..
Membuat raga hilang tiada hormat.
Menyisa jiwa yang tak pantas tertambat.
Membawa malu.. Mengukir ragu dan pilu... Lalu tak tahu kemana harus mengadu...

Sabtu, 14 Desember 2013

Jenuh

Jenuh...
Berlalu seiring waktu
Ramah disambut jika hendak bertemu
Lalu berlabuh bersama pilu
Jenuh... Jenuh...

Jenuh...
Hinggap rasa hambar disekitar
Torehkan laku buat hati tak bergetar
Sisipkan makna hampa
Luluh... Mudah gentar...
Jenuh... Jenuh...

Jenuh...
Tak ada ceria dan sangka
Hanya rasa tak berasa
Tak ada luka
Tak ada makna
Jenuh... Jenuh...

Jumat, 13 Desember 2013

Topeng

"buka dulu topengmu... biarku lihat wajahmu... biarku lihat warnamu..."

Lagu Peterpan yang sudah terbilang lama itu membuatku sedikit tertawa. Tertawa miris hampir meringis. Ku rasa ada kesan dan pesan yang cukup mengena dalam liriknya, walaupun aku menangkapnya dari kacamata yang mungkin berbeda dari makna yang disampaikan oleh lagu tsb. Penggalan dari lirik lagu itu sangat relevan dan cocok dengan keadaan saat ini... sangat cocok untuk melukiskan keadaan dan kehidupan manusia saat ini...

Buka dulu topengmu.. Topeng, ya topeng.
Kita semua tentu memiliki topeng, topeng yang akan dilihat oleh orang sebagai tameng. Topeng yang kan menggambarkan identitas diri kita masing-masing, ya setidaknya identitas yang ingin kita perihatkan sebagai ciri dan tanda kita sebagai manusia. Tentu bisa jadi sebenarnya bukanlah diri kita apa-adanya. Bisa saja hanya topeng buatan, buatan kita sebagai manusia. Buatan kita, kita yang ingin semua orang melihat apa adanya topeng tsb... bukan diri kita sebenarnya...

Dunia ini sesakkan dengan topeng-topeng buatan manusia, topeng-topeng yang kita buat sesuka hati.. Topeng yang beragam.. Topeng yang bermacam-macam. Mungkin.. Mungkin.. Pada kehidupan sekarang sangat sulit-sangat sulit bukan berarti tidak bisa-untuk menemukan orang tanpa topeng. Sepengalamanku... mereka semua bertopeng.. walaupun mereka melepas topeng dihadapanku... mereka tetap bertopeng dihadapan dia, kamu, atau kalian... Begitu pula aku, akupun bertopeng. Kalian yang tidak mengenal dan memahami aku, kalian yang didekatku dan membuatku tak nyaman, aku bertopeng.. Aku pikir dibeberapa titik, tidak menjadi masalah seseorang bertopeng... Topeng memang tameng.. tapi tameng bukan sekedar tameng.. Itu upaya proteksi bukan?

Beberapa hal mengindikasikan topeng bukan hanya hal yang negatif..
Tapi topeng juga bisa jadi hanya fiktif yang membuat orang naif..
Aku tak menyangkal kalau seorang bebas mengukir topengnya, tapi yang tak aku habis pikir adalah.. bagaimana kita dapat hidup normal dengan topeng-topeng berkeliaran disekitar?
Sebetulnya aku senang dengan hal tersebut, aku bisa banyak belajar, memahami lingkungan sekitar yang notebene jauh berbeda denganku dan tak sesuai dengan kemauanku, banyak hal yang ku pelajari dari topengmu, topengnya, topeng kalian dan topengku sendiri.. Aku senang tapi tak sepenuhnya, aku merasa dibuat dewasa tapi sayang tak begitu membuatku bahagia...
Semuanya serba dilematis..

Mungkin juga aku munafik... naif dan memiliki topeng yang belum mau ku lepas.. dan aku sadar.. Aku harus melepasnya... Karena dunia bukan sandiwara yang dengan mudahnya kita berganti peran dan watak untuk masa yang diinginkan.. Hidup adalah kenyataan... kenyataan yang kadang layaknya sandiwara...
dan aku tak mau jadi aktor ulung yang pandai berganti peran... yang pandai berganti muka, berganti arah dan jalan tujuan...

Tetapi satu yang kita harus pahami... Kita tak punya topeng yang kita pakai saat berhadapan dengan Tuhan kita. Dia tau segala.. tameng atau topeng kita tak akan membantah dan mengelabui-Nya..
Dan hal yang tak pernah dan belum aku paham adalah...
Jika Tuhan tak bisa dikelabui, mengapa kita masih saja gemar memakai topeng duniawi?
Apakah kita pikir Tuhan dengan mudahnya tertipu dengan topeng-topeng indah yang kita buat?
Bukankah kita sudah paham benar jawaban dari pertanyaan diatas?
Mengapa kita tak lepas dari topeng formalitas?
Seakan waktu kita tak terbatas...

Kamis, 12 Desember 2013

Random Place

*sunyi*

Aku disini sendiri... mengapa tak ada seorangpun yang menyepi.. apa kau tak merasa bahwa aku berperih? Hai kau... ya aku disini menanti... menanti rasa berseri-seri... Apa kau tak kunjung mengerti? Bahwa aku telah lelah menyendiri... berteman sepi... berkawan sunyi...

*ramai... penuh canda tawa*

Bersama kita tertawa... Bersama kita berbagi canda dan duka... Suasana ini, tak membunuhku.. keramaian ini tak membuatku pilu... Kadang dan memang, aku benci keramaian.. Tapi keramaian ini begitu damai, mungkin kalah dengan sunyi yang membuai.. Keramaian ini... Dua pohon besar ini... Sepeda lampu ini... membuatku bahagia... Jalan yang bernama Malioboro ini... Kota ini... Membuatku merindukan kalian.. Kalian ya kalian...
Kadang, aku cinta keramaian ini... Keramaian yang membuatku berseri...

*bising... kendaraan berlalu lalang*

Muak. Jenuh. Menjemukan.
Mengapa semua orang seolah robot... robot tak berjiwa yang suka berkelana mengejar dunia.. Mengapa seolah semua lupa kalau punya jiwa.. Mereka hanya raga... dan mereka seolah tak berjiwa, kering, rapuh, runtuh tergerus arus yang terus menggerus...
Apakah mereka tak bosan dengan dunia yang semakin menuntut? Dengan keadaan yang tak mengenal kewajaran?
Kadang, kami tak ubahnya hanyalah sebuah bala tentara nafsu menderu-deru..
Berlaku sesukanya hingga tak kenal waktu..
Uang dicari, dunia dikejar...
Tapi ilmu mudah berlalu, ujian dan cobaan hanya sebuah momen yang hanya menyisakan pilu...
Seolah kami lupa, siapa yang Maha penolong...
Kami lupa... Kami khilaf...
Setiap hari... hanyalah rutinitas berharga formalitas yang kami jalani.. Kami tak paham bahwa kami akan mati.. Kami tak pernah berpikir bahwa beberapa ada yang Dia tak sukai...
Entah kami lupa... Entah kami khilaf...

*hujan lebat... udara lembab*

Tak pernah serumit ini aku menghargai sebuah tetesan hujan... Tak pernah sesulit ini aku memahami arti sebuah tetesan hujan..
Mereka bilang.. Hujan adalah berkah... menghidupkan tumbuhan dan hewan... memberi makna hidup kepada bumi... memberikan rejeki kepada penghuninya...
Tapi tak pernah ku pahami bahwa banjir adalah sebuah berkah, atau rob sebuah rezeki yang patut disyukuri... Tak ku mengerti air comberan dijalan akan menghidupkan hewan dan tumbuhan...
Mengapa segala bentuk rejeki dari hukan menampakkan sisi lain yang tak ku pahami?
Dulu aku senang mandi hujan, merasakan anugerah yang tak lagi dirasakan sekarang...
Dulu aku riang jika hujan, karena hujan berarti senang dan tawa bersama kawan...
Tapi mengapa hujan telah menghancurkan? Menghancurkan beberapa hal yang ditimpanya...
Mengapa...


Tapi... aku sadar... ternyata bukan hujan yang salah... tapi kami. Ya kamilah yang tak mudah dan senang bersyukur... kamilah yang selalu mengartikan cobaan sebagai musibah...
Kami yang tak pernah paham bahwa nikmat tak selalu bahagia..
Kami yang tak mengerti bahwa nikmat tak semuanya akan membuat kami berseri...

*suara deru kereta api... pagi... sepi...*

Aku senang suasana ini... Tak begitu ramai dan sepi... terlebih ada orang terkasih menepi...
Aku akan rindu suasana ini... Suasana yang tak memaksa kita menjadi seorang yang munafik..
Suasana yang mampu mengenal diri ini...
Mengenal diri masing-masing yang begitu sulit dimasa yang lain..
Suasana abadi yang kan selalu ada dihati...

Bulan

Bulan...
Malamku penuh riang. Entah apa yang kurasa... tapi malam ini berbeda, berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Malam ini berbeda ... malam ini penuh rasa... malam ini tak terduga... malam ini tak ku sangka...
Bulan...
Haruskah aku bahagia? Atau lebih baik ku berlaku biasa? Tapi tahukah kau bulan? Ini adalah rasa yang langka, rasa yang sudah lama hilang, pergi tak terduga, menyisa ruang hampa... 
Bulan...
Mungkin aku terlalu terlena.. Atau mungkin ku tak kuasa menahan rasa dan jiwa yang germar berkelana... ku tak mampu menjaganya, menjaganya untuk tetap diam normal dan biasa saja... Salahkah aku?
Bulan...
Mungkin aku yang terlalu sibuk berpikir hingga ku tak mengerti apa yang seharusnya ku lakukan... Apa yang harus benar-benar ku coba dan ku rasakan... Mungkin aku terlalu banyak merenung hingga ku terlalu jauh untuk terus bersangka-sangka... Menyangka yang tak ku pahami... Mengira yang sebetulnya tak pasti...
Bulan..
Mungkin aku terlalu sombong. Sehingga orang lain seakan tak gemar menemaniku berbondong... Aku terlalu pongah, sehingga mereka lupa bahwa aku juga manusia lemah... Yang butuh sandaran, yang butuh teman, yang butuh pelengkap...
Bulan..
Hari ini memang tak banyak hal bermakna.. Tapi dari ketidakbermaknaan, aku menghargai kesan... Aku menghargai bahwa dari ketidakbermaknaan masih ada kesan-kesan sederhana yang sebetulnya memang harus ku syukuri... Yang harus ku pahami bahwa hal penuh makna tidak selamanya mengesankan... Tidak selamanya mudah menimbulkan perhatian..
Bulan..
Malam ini aku sadar... Mungkin rasa egoisku sedikit memudar... Aku sadar ada yang salah selama ini... Ada hal yang mungkin keliru.. Aku sadar, bahwa aku hanya makhluk sosial... Butuh bantuan dan berkeinginan membantu.. Aku sadar itu... sadar...
Bulan...
Aku paham bahwa aku adalah manusia yang telah diberi kekurangan dan kelebihan seperti yang telah ditetapkan-Nya.. Aku sadar bahwa aku hanya hambanya... hambanya yang kecik tapi tak luput dari pandangan... Aku paham bahwa aku hanyalah manusia biasa... yang masih juga membutuhkan manusia (yang lain)...

Selasa, 10 Desember 2013

Orang Asing

Aku tahu aku bukanlah orang yang kau kenal... gerak-gerikku.. tingkah lakuku.. pembawaan dan pemikirankupun tak sedikitpun kau kenal..
Tapi bisakah kau berlaku sewajarnya denganku? Selayaknya seorang yang hanya melihat perbedaan yang ada? Bisakah kau menilaiku hanya dengan ala kadarnya..
Anggap saja aku hanya numpang lewat dihidupmu atau mungkin anggap aku tak ada sama sekali..
Anggap aku hanya orang asing yang tak kau urusi urusannya..
Anggap aku seorang pemain figuran..
Yang tak penting dalam hidupmu..
Yang tak berarti dalam hatimu..
Aku hanya orang asing.. Jadi anggaplah aku demikian..
Tak perlu kau urusi aku dan pemikiranku..
Karena aku adalah aku, yang takkan mungkin menjadimu...
Tinggalkanlah aku yang nyaman menjadi orang asing..
Karena sekuat apapun kau berusaha mengenalku, aku hanya akan menjadi orang asing bagimu..
Orang asing yang kau kenal..

Lindungilah!

Di hari menjelang hari jadi... 
Aku banyak berpikir... 
Banyak merenungi waktu yang telah terkikis.. 
Waktu yang telah terlewati... 
Waktu yang telah ku buang sia-sia..
Ku buang dengan tangan hampa sebagai sisa...

Selama lebih kurang delapan belas tahun aku hidup..
Apa yang telah ku lakukan untuk orang-orang yang ku cintai?
Apa yang telah ku lakukan untuk diriku sendiri?
Apa yang telah ku lakukan untuk bersyukur pada Zat Yang Maha Suci?
Apa yang telah ku lakukan...
Apa yang telah ku berikan..

Dulu, tak pernah ku berpikir bahwa hidup akan serumit ini..
Bahwa hidup akan penuh pertanggungjawaban..
Setiap detik yang ku habiskan akan dipertanyakan..
Setiap kata yang ku ucapkan akan dipertanggungjawaban..
Setiap perbuatan akan dibuat tuntutan..
Setiap pandangan, pendengaran, sentuhan dan derap langkah akan dipertontonkan..
Betapa sedikitpun tak luput dari perhatian-Nya..
Betapa takkan ada sedikitpun yang dilupakan-Nya..
Betapa semua hal didunia takkan lengah dari pandangan-Nya..

Semua hal ini..
Mengapa baru terpikirkan olehku?
Mengapa aku baru membuka mata?
Mengapa aku baru bisa mengetuk hati?
Seolah selama ini aku tertidur di jurang gelap tak bercahaya..
Seakan dunia membelai jiwaku yang rentan dan lemah terhadap goda..

Disisi lain aku bersyukur..
Karena aku terjaga sebelum tubuhku terkujur..
Karena ku terbangun sebelum aku pulas hingga mendengkur..
Aku diselamatkan.. Dan aku patut bersyukur..
Namun disisi lain aku merintih..
Betapa tak mampu ku hapus dosa lama yang membuatku berperih..
Aku tak mampu mengubah masa lalu yang kini bertepi..
Ku tak bisa memudarkan masa yang kini ku caci..
Aku hamba yang aibnya terpatri, tetapi telah ditutupi..
Ditutupi oleh zat yang tak pernah bersembunyi..
Yang kini ada dihati..
Hati hamba yang dulu sunyi..

Ya Ilahi..
Mungkin tiada hari tanpa dosa ku beri..
Dan khilaf masih tersisa didiri..
Sangka masih hinggap dihati..
Maka itu lindungilah aku ya Rabbi..
Lindungilah aku dari kesalahan masa lalu..
Selamatkanlah aku dari cobaan berujung pilu..
Kuatkanlah hati ini..
Kokohkanlah azzam yang ingin selalu ada dijalan-Mu..
Tangguhkanlah ia..
Kuatkanlah ia..

Minggu, 08 Desember 2013

Sempurna, semu, ambigu...

Di dalam hidup, aku menyadari bahwa tak ada yang sempurna. Tidak ada seorangpun yag mampu menciptakan kesempurnaan yang hakiki. Tidak ada seorangpun yang dapat menjalani kisah yang sempurna. Aku paham bahwa dunia ini berputar, dan karena itulah tidak ada hal yang disebut sebagai kesempurnaan, kecuali segala sesuatu yang dikehendaki-Nya, suatu yang diluar jangkauan manusia, suatu yang hanya terdapat pada Sang Pencipta, suatu hal yang hak dan hakiki, suatu yang tidak dapat manusia jelaskan dan deskripsikan.. Suatu diluar nalar... Suatu yang tak tertangkap indra... Menurutku, bisa jadi hal itu adalah kesempurnaan.. Kesempurnaan Sang Pencipta...

Aku paham, suatu yang identik dan lekat pada manusia hanya sebuah kesemuan dan tidak dapat mencapai kesempurnaan. Karena manusia hanya makhluk, bukan pencipta.. dan bukan menjadi hak manusia untuk mencapai kesempurnaan...

Oleh karena itu, aku paham.. aku mengerti.. dan aku mengetahui... bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Ini hanya dunia, kehidupan dunia hanyalah senda gurau bagi-Nya.. Tidak ada kesempurnaan tanpa kehendak-Nya.. Karena aku tak begitu memahami begaimana kehendak-Nya, aku paham bahwa dunia ini bukanlah tempat yang sempurna...

Akan tetapi, ada hal yang tak ku pahami, atau mungkin hal yang belum aku pahami... Beberapa pertanyaan terlintas dipikiranku.. Mengapa aku harus bersandiwara untuk mencapai kesempurnaan yang ku tahu semu? Bukankah aku paham bahwa tak ada hal yang sempurna? Bukankah aku mengerti bahwa semua hal ini tak hakiki? Mengapa aku tak lelah melakoni sandiwara ini? Mengapa seolah aku begitu dungu... begitu bodoh dan tuli.. apakah ku tak punya hati nurani? Atau hatiku sudah terkunci? Tidak... Tak mungkin... Tidak akan mungkin...

Kadang, aku muak dengan kehidupan yang seolah menuntutku.. menjeratku dan tak memahamiku.. disisi lain aku tak memungkiri bahwa aku menyenangi dunia ini.. Akan tetapi disisi lainpun aku tak suka dengan semua ini... aku benci hal yang berlebihan... terlebih dengan dunia ini.. aku tak mau menjadi orang yang merugi.. aku tak mau menjadi orang yang tak tahu diri... Tetapi mengapa aku masih saja menikmati sandiwara ini? Mengapa aku masih saja memuji sana-sini...

Aku tak paham.. aku tak mengerti.. Bagaimana ku harus menghentikan semua ini.. mungkin aku paham tujuan dan keinginanku.. tetapi aku tak paham bagaimana mengajak mereka berjalan bersamaku... aku tak mengerti bagaimana mengajak mereka yang kusayangi untuk ada dijalur ini... aku tak mengerti, aku tak pahami...

Aku dan Sahabatku

Namaku Titah. Titah Hati Khoirurrokhmah. Nama yang menurut beberapa orang dan aku bagus. Titah dalam Bahasa Sunda artinya suruh, perintah, atau kehendak. Hati adalah hati, aku mengartikannya sebagai perasaan, kata hati, batin atau mungkin yang mengisi relung jiwa. Khoir dalam bahasa arab adalah baik dan rohkmah adalah kasih sayang. Begitulah kira-kira namaku, dan orangtuaku berharap semoga aku menjadi anak yang selalu menuruti kata hati yang baik dan bisa menjadi seseorang yang selalu memilih kasih sayang sebagai jalan tujuanku, walaupun Titah Hati sedang berada dilingkungan yang tak benar menurut kata hatinya, tetapi setidaknya dia selalu bisa berkaca dari namanya yang akan menunjukkan jalan yang seharusnya Titah Hati tempuh. Begitulah kira-kira harapan dan keinginanku dari sebuah nama yang mereka berikan.

Aku adalah orang yang sederhana, mencintai kesendirian, penuh prinsip, dan tidak mudah diintervensi dari luar, begitulah kira-kira aku dari sudut pandangku. Beberapa kawanku bilang aku pengasih, penyabar, dan kritis... tapi aku sendiri selalu bertanya-tanya apakah memang aku seperti itu?

Aku tumbuh dilingkungan yang kurang mendukungku. Orangtuaku tak begitu memahami apa yang diinginkanku, walaupun mereka memang selalu melakukan apa yang terbaik bagiku, berkorban demi aku, dan rela melakukan apapun demi anaknya ini... tapi tetap ada beberapa hal yang tak mereka pahami dari diriku. Mereka mungkin terlalu sibuk dengan hal-hal yang harus mereka tanggung sebagai orangtua. Jelas sekali aku hanya salah satu dari empat anaknya. Masih banyak ruang yang mereka isi dengan anak-anaknya yang lain... Jelas aku bukan orang nomor satu. Tapi setidaknya kamilah orang nomor satu..

Aku bukan orang yang mudah mengambil keputusan... terlebih keputusan untuk menyatakan seseorang sebagai sahabatku. Menurutku... Sahabat bukanlah kata-kata instan yang bisa lahir dari pertemanan dua tiga bulan.. bukan pula lahir dari hubungan yang hanya senang-senang... apalagi lahir dari peristiwa yang tak bermakna.. Sahabat adalah proses.. Sahabat adalah barang mahal... Sahabat adalah suatu harga mati yang tak dikompromi.. Sahabat adalah segala... Segala bahkan dibawah dunia..
Aku punya beberapa sahabat dalam hidupku, mereka adalah calon arsitek, calon apoteker, ibu dokter yang sedang meneliti dunia perikanan, dan calon psikolog atau manager sdm (entahlah apa yang dia pilih nanti). 
Ya... Sahabatku adalah mereka.. mereka yang selalu bersamaku. Mereka yang tak kenal lelah mendengarkan celotehku. Mereka yang selalu nyaman bersamaku. Mereka yang selalu menganggapku ada. Mereka yang selalu menjadi bahan pikiranku.

Sahabatku yang pertama adalah si calon arsitek.. Kurang lebih kita telah bersahabat selama tujuh tahun. Yang aku tahu.. waktu, perbedaan pemikiran, perbedaan tempat sekolah atau kuliah, dan perbedaan yang lainnya tak mampu memisahkan kami. Akan selalu ada masa kita bersama, bercerita, menghabiskan waktu malam minggu dengan duduk lama diwarung makan mie aceh. Bercanda, tertawa, kehujanan, semuanya sudah kita lewati. Tak jarang kita sering salah paham, tak jarang juga aku kesal dan marah dengannya, tapi apapun konflik yang kita alami, tak mampu menjauhkan kita satu sama lain. Walaupun aku dan dia sedang sibuk masing-masing dengan urusan kuliah dan sebagainya, dan jarang sekali berkomunikasi, tapi kami selalu menyisakan hati kami untuk diisi dengan kisah-kisah yang lalu dan yang mendatang.. kita tak akan melupakan satu sama lain.. karena kita adalah sahabat selamanya :”)
Dia yang memahami segala kekuranganku.. kekurangan kehidupanku... Dan dia selalu bisa memahamiku.. walaupun ku tahu dia tak terlalu sama denganku... tapi memiliki sahabat seperti dia yang manja dan sebagainya adalah karunia dalam hidupku.. dia sahabatku.. Sang Calon Arsitek.

Sahabatku LW<3

Sahabatku selanjutnya yaitu sang calon apoteker. Dia adalah orang yang tegas, senang berbisnis, dan teguh dengan pendiriannya, dan tidak peduli dengan orang lain yang mungkin tidak suka dengannya. Dia adalah seorang yang pekerja keras. Aku merasa beruntung memiliki sahabat sepertinya... aku belajar bagaimana kita harus mandiri, harus berusaha tidak selalu bergantung kepada orang lain, harus berusaha semaksimal mungkin untuk membahagiakan orangtua, harus memberikan yang terbaik kepada orang terkasih, terutama keluarga. Satu hal yang sangat melekat pada dirinya adalah keluarganya. Baginya keluarganya nomor satu.. Ya kurasa semua orang akan mengatakan keluarga adalah nomor satu, tapi tak semua orang akan benar-benar menunjukkan bahwa keluarga adalah nomor satu... Tapi dia, sahabatku ini benar-benar menunjukkan hal tersebut...

Menjadi sahabatnya menyenangkan, tak jarang kita tertawa terbahak-bahak untuk suatu hal yang kita senang, kita menangis bersama, bercerita dan bermain sampai kadang tak kenal waktu... Tapi dari semua itulah kami bersahabat... dari sebuah masjid bernama Al-Huda.. Dari sebuah warung es buah dipinggir Jalan Merdeka, dari sebuah pasar di daerah depok dua (lupa nama pasarnya), dari sebuah toko sederhana... waktu yang kita jalani memang singkat... dan hal-hal yang kita lakukanpun hanya hal-hal sederhana seperti makan es buah, ngobrol santai berjam-jam dimasjid... ya hanya waktu-waktu singkat yang sederhana yang kami habiskan... tapi itu saja cukup bagiku.. karena kia sama-sama mencintai kesederhanaan.. sama-sama berpikir kalau tempat yang tak biasa tidak akan berpengaruh bagi kami... dijalanpun kami merasa menghabiskan waktu dengan indah.. kami tak perlu tempat-tempat bagus atau mall untuk menghibur diri kami.. hanya masjid bernama Al-Huda... itu saja sudah lebih dari cukup buat kami...

Untuk sahabatku sang calon apoteker... terimakasih telah meluangkan waktunya untuk menjadi sahabatku.. sahabat yang tak akan ku lupakan.. sahabat yang terlalu mandiri, sampai kadang aku berpikir bahwa sebenarnya kau pun tidak membutuhkanku sebagai sahabat.. tapi aku tahu aku tetap sahabatmu.. sahabatmu.. sahabatmu...

Sahabatku YM<3

Selain itu aku punya sang ibu dokter yang berkelana didunia perikanan.. dia adalah seorang yang tak terlalu banyak menghabiskan waktu denganku.. waktu kita untuk bersama terbilang singkat.. tapi dari kesingkatan itulah dia telah menjadi sahabatku... sahabatku yang satu ini adalah seorang jawa tulen. Tingkahnya dan perilakunya sangat kental dengan nilai-nilai budi pekerti jawa... Cara bicaranya, bagaimana dia memperlakukan seseorang didekatnya, dan bagaimana dia hidup.. menurutku, dia adalah seorang jawa tulen... dia adalah orang yang penuh dengan kasih sayang, dia lembut, senang membantu orang lain, dia penurut, dia sangat menyayangi ibunya yang juga penuh dengan kasih sayang, dia sangat ramah, sangat mudah berbaur dengan berbagai kalangan, sangat welcome dengan siapapun... aku bisa memanggilkan dengan sebutan ‘mba’... Mba aku kangen... mba aku kangen... tak jarang aku menangis sendiri jika ingat dengannya... dia memang bukan orang yang selalu mengingat hal yang sudah aku ceritakan padanya, tapi dia adalah pendengar yang baik, sangat amat baik.. dia pekerja keras, dan yang sangat amat aku pahami... dia adalah seorang yang mempunyai mimpi besar.. dia tak akan pernah menyerah pada mimpinya.. dia tak akan menyerah pada keadaan... dia adalah pemimpi yang ulung..

*mba aku kangen... kangen... mba aku sayang sama mba. Sayang banget sayang banget... yang betah ya di Purwakerto.. yang rajin disana... sabar ya kalo kangen sama ibu :”)*

Dia adalah sahabat yang sudah seperti kakaku, walaupun umurku lebih tua darinya, tapi dia seolah seperti lebih dewasa dariku... dia adalah seorang yang sulit sekali untuk bercerita tentang hal pribadi.. dulu aku sampai harus berusaha untuk membuatnya cerita dan berterus terang tentang suatu masalahnya.. memang dia adalah orang yang menutup diri untuk hal yang seperti itu.. tapi akhirnya dia terbuka denganku... Aku hanya tidak mau menjadi seorang sahabat yang tidak mengerti sahabatnya sendiri... Aku hanya ingin mengenal mba...

Aku mungkin bukanlah sahabat yang selalu ada buatmu mba, tapi ketahuilah mba selalu ada ruang dalam hatiku untuk menyebutmu sebagai sahabat yang tidak akan pernah tergantikan... Kamu mba, yang pertama kali ajak aku itikaf... semoga tahun besok kita bisa itikaf bareng ya mba... kamu mba.. kamu.. ya sahabatku.. sahabatku...

Sahabatku NAW<3

Yang terakhir... Ya the one and only...

Ya dia yang diluar sana... ya dia yang biasa aku sebut voldy.. ya voldemort...

Dia adalah sahabatku yang satu-satunya berbeda denganku.. ya dia seorang dari jenis yang berbeda denganku *kalian mengerti apa yang ku maksud*.. dia yang menurutku sangat amat sepemikiran denganku. Bagaimana kita bisa menjadi seorang yang idealis bersama-sama. Bagaimana kita bisa menjadi seorang yang sama-sama mencintai kesendirian dan keheningan. Kita yang bersama-sama memiliki masalah.. ya semua orang ku rasa memiliki masalahnya masing-masing...

Dia adalah orang yang akhir-akhir ini menjadi pendiam. Menjadi seorang yang mungkin jauh berbeda pada masa sebelumnya.. dia adalah seorang yang senang dengan buku-buku. Dia yang banyak bicara kepadaku. Dia yang selalu mematahkan argumenku, dia yang selalu berusaha menceramahiku, dia yang selalu berusaha untuk mengingatkanku, dia yang selalu beradu pendapat denganku, dia yang selalu menjadi partner debatku, dia yang selalu ada untukku, dia yang selalu menerimaku, dan dia yang selalu menghargai setiap sahabat dalam hidupnya.. menurutnya sahabat adalah segalanya... sahabat adalah segalanya...

Dia adalah orang yang jika membenci sesuatu... maka dia akan membencinya sepenuhnya.. katanya, “Gua bukan orang yang setengah-setengah. Gua suka totalitas”... Ya begitulah katanya..
Yang aku tau, hidupnya berprinsip.. dia tidak mudah diintervensi oleh orang lain, dan dia adalah orang yang menurutku adalah sebagian dari aku.. kadang aku berpikir bahwa dia adalah aku dari jenis yang berbeda.. karena begitu sepemikirannya aku dengannya... kadang aku berharap dan menghayal, mengapa kita tidak diciptakan dari jenis yang sama... dan sampai sekarangpun aku selalu berharap kita adalah sama... tapi tetap kita berbeda.. dan jika kita berbeda... tentu kita tak bisa selamanya bersama.. Entahlah...
Bersahabat dengannya adalah hal yang indah bagiku.. bagaimana akhirnya aku bisa mengenal diriku sendiri. Bagaimana aku mengerti beberapa hal. Bagaimana aku memahami hal yang sebelumnya tak pernah aku pahami.. bagaimana aku menjadi seorang seperti sekarang, bagaimana aku menjadi seseorang yang memiliki begitu banyak kenangan.. kenangan dengannya... kenangan kami...

Kita memang bukanlah orang yang terbilang biasa dan rata-rata.. kita berbeda... kita bahkan dapat memahami apa yang tak perlu kita sebutkan masing-masing... Kita adalah satu... Ya setidaknya itu menurutku.. karena untuk mendeskripsikannya saja aku harus bingung.. seolah seperti sedang mendeskripsikan diriku sendiri.. ya kita memang satu... tapi kita berbeda..

Mungkin ada beberapa hal yang ingin aku sampaikan padanya... ya tentang suatu hal yang seharusnya dia mengerti dan pahami.. Tapi sudahlah.. Aku berusaha untuk mengikuti hal yang membawa diriku pada waktu itu... Dan aku pikir dia mulai memahami apa yang selalu ingin dia ketahui...

Aku menyayanginya seperti aku menyayangi diriku sendiri. dia adalah sahabatku... ya sahabatku... sahabatku... sahabatku...

Sahabatku MN<3

Kalian adalah sahabatku.. sahabat terbaikku.. Aku sangat berterimakasih kepada kalian yang telah mengisi waktu tidurku sebagai pupa... Kalian mengisi waktu tidurku dengan indah... Kalian telah mengubahku... Mengubahku menjadi kupu-kupu langka di dunia.. Salah satu spesies yang indah... Ya kalian mengubah hidupku.. Kalian titipan Tuhan *Allah SWT*


Terimakasih telah mengubahku menjadi kupu-kupu... Terimakasih sahabatku...

Senin, 25 November 2013

Kasihan

Makhluk itu sudah tua
Lemah dimakan usia
Umurnya sudah bukan satu dua tiga
Namun tandanya memang masih jauh terlihat

Mungkin masanya tak akan lama
Atau mungkin bisa sampai senja
Lagi pula siapa yang bisa menyangka?
Bukankah waktu tak dapat dikira?

Kasihan makhluk itu..
Hatinya dipenuhi rasa aneh yang tak ia tahu..
Kadang ia begitu berlutut
Kadang ia tak tahu waktu
Kadang ia menjadi liar tak tahu malu
Siapa yang mampu mengendalikannya?
Siapa yang mampu mengetuk hatinya?

"Rakyat Jelata"

Kata-kata kotor itu menusukku
Sindiran itu menamparku
Muka masammu itu mengoyak jiwaku
Diammu itu mencongkel hatiku

Salahkah aku.. yang tak pernah baik dimaramu?
Dosakah aku.. yang selalu kurang dengan segala upayaku?
Hinakah aku.. Atas apapun yang ku mau?

Ku tahu kau adalah raja-nya..
Sehingga kau bebas berkelana dengan kata-kata..
Ku tahu kau adalah penguasa..
Dan seolah kau punya hal mencaci dengan semena-mena..
Ku tahu semua..
Dan ku tahu apa yang mungkin tak kau tau..
Ialah hati seorang rakyat jelata..

Harapku pada Hidup

Kau berharap apa dari hidup?
Berharap ia berimu indah
Tapi ia sisipkan luka
Berharap ia sejahtera
Tapi titipkan sengsara
Berharap hidup ciptakan asa
Tapi ia memutusnya

Kau idamkan apa dari hidup?
Inginkan ia ciptakan warna
Namun tak secerah warna yang ada
Ingin ia pancarkan kilauan
Namun tak semua kilauannya itu indah
Ingin ia penuh tawa canda
Namun tak semua candanya berakhir bahagia

Kau berharap apa dari hidup?
Kau idamkan apa dari hidup?
Kau inginkan apa dari hidup?
Ia memang tak selalu indah..
Tapi ia penuh makna dan titipkan ilmu yang tak hingga...

Datang dan Pergi

Orang datang dan pergi dalam hidupku..
Menuai kenangan indah tak pernah semu
Menggores luka hati yang tak semu
Beberapa datang  dan tinggal..
Beberapa datang dan singgah..
Beberapa datang dan pulang..

Orang datang dan pergi dalam hidupku..
Melukis asa yang tak pernah layu
Menoreh luka berujung pilu
Beberapa datang dan membawa serpihan
Beberapa datang dan rindukan kenangan
Beberapa datang, tinggalkan tangisan

Orang datang dan pergi dalam hidupku..
Mengukir rindu yang tak berlabuh
Menyayat luka tak tahu malu
Beberapa datang dan pergi menutup 'pintu'
Beberapa datang dan mengumbar liku
Beberapa datang dan meminjam hatiku.....

Ku Tak Mengerti...

Sudah berapa tahun aku mengenalmu. Tapi tak ada satupun hal tentangmu yang ku tahu... terlebih hatimu, perasaanmu, sehari atau bahkan sedetikpun tak pernah ku mengerti dan pahami..
Bagaimana kau melewati setiap tantangan dalam hidupmu..
Menangisi kekalahan, bahagia atas kemenangan, meratapi kehilangan, bercanda dengan sepi, tertawa riang dengan derita..
Bagaimana kau melewatinya? Bagaimana kau menghabiskan waktumu? Aku tak tahu.. aku tak mengerti apa-apa..
Rasanya ingin ku tarik kau dalam pelukku dan bertanya, apa yang salah dalam hidupmu dan bagaimana cara agarku membantumu?
Apa cara yang harus ku tempuh untuk mengurangi beban yang kau tanggung?
Apa yang harus ku lakukan?
Tapi... rasanya tak mungkin ku lakukan itu..
Dibalik sosok yang ku tahu.. yang ku amati.. Sosok yang bijaksana, yang baik, dan penuh prinsip.. dibalik sosok yang selalu ingin ku ketahui dan ku amati.. dan ingin rasanya ku pahami.. Pasti dan sangat pasti. Akan selalu ada masalah dalam hidupmu.. ya, hidupmu yang mungkin ku kagumi dan ku dambakan..
Hidupmu yang terlihat sempurna. Sosokmu yang terlihat berwibawa..
Tapi semua masalah itu dan semua hal yang ada pada hidupmu.. tak ada yang ku tahu..
Aku masih saja tak mengerti apa-apa..
Apa yang ku pahami?
Aku hanya seorang yang bahkan melihat matamu terlalu lama saja, ku tak berani melakukannya..
Aku hanya seorang yang menginginkan suatu hal yang rasanya sulit ku gapai..
Untuk apa aku menggapainya? Untuk awal dan akhirku...
Dan rasanya, aku rela menggapainya.. bagaimanapun caranya.. tetapi tentu cara yang terhormat..
Tapi.. bagaimana aku menggapainya? Sedangkan aku tak mengetahui apapun?
Semoga Tuhan mendengar isi hatiku..
Semoga suatu saat, aku akan menggapainya.. Suatu hal yang amat berarti..

Satu hal yang selalu ku nanti..

Minggu, 24 November 2013

Berbeda

Saya banyak berpikir..
Banyak mengamati..
Banyak merenungi dan mencermati keadaan disekitar ..
Dan saya mulai merasa sesuatu hal sudah sangat jauh berbeda. Satu hal yang sangat penting dalam hidup saya. Dalam hidup orang-orang yang mencintai saya. Dalam hidup mereka yang selalu ada disamping saya. Satu hal itu adalah diri saya sendiri...

Saya merasa, bahwa saya sudah terlalu jauh berbeda..
Saya memandang apa yang mereka lihat...
Saya mendengarkan apa yang mereka dengar...
Saya bersedih atas satu hal yang mereka hiraukan...
Saya merasa bahwa saya sudah terlalu berbeda. Saya sudah menjadi sebuah batu keras nan dalam menghujam tanah. Tak tergoyahkan. Tak mudah lapuk...

Beberapa orang dalam hidup saya merasa bahwa tidak ada satu halpun yang patut saya khawatirkan. Tidak ada hal yang harus saya takutkan, karena apa yang selama ini saya lakukan, dan saya ciptakan dalam bentuk tindakan, sikap dan prinsip hidup saya, merupakan pilihan-pilihan yang mengantarkan saya pada suatu masa... ketika titik maksimal itu sudah tidak dapat lagi diturunkan ke angka yang lebih rendah.. Ini adalah hasil akhir saya, walaupun tak menutup kemungkinan untuk dapat menyempurnakan hasil akhir tersebut.. Untuk dapat membuat diri ini lebih tegar, kokoh, tangguh, dan kuat..

Orang disamping saya merasa bahwa ini adalah proses...
Suatu proses pencarian kebenaran.. Suatu proses yang takkan ada habisnya sampai saat tubuh ini jatuh tempo.. Saat dimana semua terhenti oleh fase yang disebut kematian.
Saya hanya harus menikmatinya, menghayatinya...
Karena suatu saat saya akan mengenang, mengenang saya yang dibentuk oleh masa lalu. Mengenang saya yang telah diukir oleh banyak cobaan..

Saya senang, setidaknya saya bukanlah mereka, mereka, kebanyakan manusia..
Saya senang karena saya berbeda...
Saya senang, karena saya merasa banyak hal-hal yang harus saya perjuangkan, ketika mereka menganggap itu merupakan hal yang harus dibuang atau diperjual belikan..
Saya senang menjadi berbeda...
Karena pada intinya, untuk menjadi berbeda...
Saya hanya butuh satu direksi..

Saya sangat-amat menyadari bahwa untuk menjadi berbeda dan aneh disudut pandang kebanyakan orang bukan merupakan hal yang mudah..
Kadang tak jarang saya harus mempertanyakan keadaan. Saya harus merasa sedih dan tak mengerti dengan pemikiran orang lain yang mungkin beda prinsip dengan saya..
Dan karena semua hal yang melemahkan saya, saya paham saya harus kuat...
Setidaknya untuk kuat... saya tak akan pernah sendiri..
Untuk menjadi tangguh dan berbeda... saya tak akan pernah sendiri..
Saya yakin, diluar sana ada hal yang tak pernah kenal waktu berjuang untuk menjadi seseorang yang prinsipnya tak jauh berbeda dengan saya..
Di luar sana.. banyak orang yang sejalan dengan saya...
Hanya saja untuk saat ini.. Saya sedang berada pada kondisi yang terus menempa dan memaksa saya mengikuti alur permainannya..
Saya yakin, suatu saat, saya bersama mereka yang sejalan akan berada pada tempat dan keadaan yang lebih indah...
Lebih menjanjikan...


Sabtu, 23 November 2013

Betapa Bahagianya Anak Kecil...

Betapa bahagianya jadi anak kecil... semua kebutuhan yang diperlukannya diatur sedemikian rupa oleh orang-orang sekitar, tak perlu memikirkan hal yang bahkan paling sepele didunia ini...

Betapa bahagianya jadi anak kecil... tanggung jawab sekecil apapun dia belum paham... Bahkan untuk mengerjakan pr di paud pun dia belum paham... semua ada yang membimbing... semuanya ada yang mengarahkan...

Betapa enaknya jadi anak kecil... meminta hal yang diinginkan masih bisa dilakukan dengan mudah... tak perlu banyak berpikir tentang bagaimana keadaan... tak perlu takut dan ragu untuk meminta... Hanya "jika kau mau, maka pintalah!"... tidak ada pertimbangan.. tidak ada keraguan..

Betapa enaknya jadi anak kecil... tersenyum jika harus tersenyum, tertawa jika memang harus tertawa, menangis, mengamuk, mencaci jika keadaan harus begitu... Semua berlangsung dengan perbandingan yang lurus...
Mereka tak perlu berpikir untuk meluapkan emosi.. yang mereka lakukan hanya "kalau harus menangis ya menangis. tertawa ya tertawa"..
Mereka tak perlu ragu apalagi takut untuk menghadapi respon lingkungan sekitar.. mereka hanya dengan bebas mengekspresikan segala bentuk emosi yang dapat mereka nampakkan... mereka tidak berpikir panjang dan mereka hanya menjadi apa yang harusnya terjadi...
Mereka tak pernah menangis disaat bahagia... Mereka tak perlu banyak bersandiwara... Mereka tak perlu menyembunyikan raut sedih dibalik wajah berseri.. Mereka tak paham itu.. dan mereka hanya melakukan apa yang harus mereka lakukan...

Semua berbeda dengan kehidupan orang dewasa... ya minimal orang yang sudah beranjak dewasa...
Mengapa orang dewasa begitu erat dengan sandiwara... begitu lekat dengan suasana-suasana dusta..
Mengapa kalian harus tersenyum saat batu besar menghujam dada?
Mengapa kalian harus tertawa ketika seseorang seolah-olah sedang menampar wajah?
Mengapa kalian harus menangis tersedu ketika bunga-bunga hadir dalam hidup kalian?
Mengapa...
Apakah kalian tidak bisa bersikap sewajarnya seperti anak kecil?
Apakah hati kalian terlalu kotor dan busuk untuk berlaku sejujur mereka?
Atau kalian terlalu muak dengan dengan kehidupan anak kecil, sehingga kalian berpikir bukan saatnya lagi kalian untuk bertingkah seperti itu?
Kalian mungkin berpikir dewasa itu merupakan segala-galanya.. bebas semaunya... bebas melakukan dan bertindak tanpa adanya pengawasan yang ketat...
Orang dewasa berhak menentukan prinsip hidupnya..
Orang dewasa berhak menentukan suatu hal yang dia butuh dan mana hal yang harus dia sepuh..
Orang dewasa bebas.. bebas menentukan jalan hidupnya...

Tapi pernah kah kalian berpikir bahwa bebas bukan hanya sekedar bebas... bebas bukan terbang semaunya layaknya dara.. bebas bukan semau-maunya... bebas bukan hanya "sakarepmu"
Tapi kebebasan... adalah tanggung jawab...
Tak pernahkah kalian berpikir bahwa semakin tua dan semakin kalian lama hidup didunia.. maka akan semakin banyak pula tanggung jawab yang harus kalian tanggung...
Tak pernah kah kalian merindukan masa kecil yang serba sederhana?
Tak pernah kah kalian berharap akan sebuah keajaiban yang kan mengembalikan semua masa sederhana itu?

Aku tau... dunia ini terus berputar.. tak ada waktu untuk merindu masa lalu..
yang ada hanya kesempatan baru..
Mungkin aku sudah dewasa.. ya minimal beranjak dewasa...
Tapi salahkah aku jika ku rindu masa lalu..
Masalalu yang tak sepilu hari baru...

Ketenangan

Akhir-akhir ini, perempuan pendiam itu sangat menginginkan dan mendambakan sebuah ketenangan. Ketenangan yang membawanya pada suatu masa indah yang tak ternilai. Suasana yang menemaninya pada seribu buah bahan pikiran. Suasana yang menyejukkan hatinya...

Dalam doa dan sujudnya tak lupa dan tak pernah terlewatkan, panjatan hati yang mengharap sebuah ketenangan. Ketenangan yang rasanya jadi bahan langka di abad dua puluh satu ini, abad yang katanya semua serba modern. Abad, ketika perubahan tak mengenal waktu.. ketika suasana hening nan syahdu telah digantikan oleh musik-musik meriah ala amerika. Masjid yang harusnya penuh kekhusyuan digantikan dengan ocehan para pengunjungnya yang telah lupa bagaimana cara menghargai dan menghormati para manusia yang sedang beribadah. Tertawa, berteriak tak karuan, dan berkata semau mulut berucap, sudah menjadi hal yang lumrah sampai menjadi hal yang tak ada takarannya, tak ada batasnya.

Di zaman seperti ini, bagaimana ketenangan dapat tetap ada pada jiwa-jiwa manusia? Bagaimana ketenangan diciptakan? Dan bagaimana mencari cara yang dapat membawa dan menempatkan kembali ketenangan pada hati-hati manusia? Bagaimana... Bagaimana... Bagaimana... Perempuan itu selalu bertanya-tanya...

Waktu yang lalu, perempuan itu begitu sibuk berpikir. Banyak berpikir. Tentang bagaimana dia tetap tenang dalam suasana seperti ini... Dia tak mau terlarut dalam suasana semu yang tak ada nilainya... Namun bagaimana dia harus keluar? Bagaimana... Bagaimana dia bisa tenang ketika membaur dengan kebisingan... Bagaimana dia tetap tenang ketika berada dikeramaian... bagaimana tetap tenang walau hati penuh kepiluan... Dimana ia harus mencari ketenangan.. Haruskah dia mencari? Atau mencipta?

Sulit rasanya, ketika harus beradaptasi dengan suasana yang tak diinginkan. Dengan lingkungan yang tak pernah ia dambakan... Terlebih dengan manusia-manusia yang sama sekali tak pernah dia harapkan.. sulit rasanya merayakan kepedihan... berteman dengan keramaian dan kebisingan yang mereka buat-buat, yang mereka cipta tanpa adanya ikatan rasa, hanya nafsu belaka... sulit dan muak. Muak dengan segala yang ada didepan mata... Dan bagaimana dia harus tenang menghadapi semua?

Perempuan itu paham... bukan suasana dan orang-orang yang ada didalamnya yang patut disalahkan.. Mereka hanya bagian dari skenario hidupnya yang mungkin berantakan. Dan bagaimana caranya untuk keluar dan berusaha menikmati hidupnya, menurutnya, hanya dengan ketenangan yang akan membawa pada keikhlasan atas suasana yang begitu tak diinginkannya..

Dia paham... dia terlalu bodoh dan tak bertanggung jawab untuk menyalahkan mereka...
Dia paham... dia terlalu lancang untuk muak terhadap semuanya...
Dia paham... dia terlalu angkuh untuk menyatakan bahwa hidupnya harus sempurna...
Tapi yang dia butuh hanyalah ketenangan... ketenangan untuk menghadapi semua...

Perempuan itu tak punya banyak harta untuk membeli ketenangan... membeli suasana tenang dan asri dipegunungan.. Apalagi pemandangan indah diluar sana... dia tak punya uang... Dia bukan orang kaya yang dapat dengan mudah menukar uangnya demi ketenangan.. dan hanya dengan menciptakannya dia mampu mempunyai ketenangan...
Dia hanya punya jiwa.. raga.. dan hati..
Hartanya yang paling berharga adalah hatinya... Alat yang paling berharga adalah raganya... Sesuatu yang tak ternilai adalah jiwanya... Yang dia butuhkan adalah menciptakan ketenangan... dan tanpa yang tercinta... Ketenangan tak akan bisa tercipta..
Karena menurutnya... ketenangan adalah harga tak ternilai dari Sang Pencipta...
Karunia yang takkan ada habisnya, yang Ia berikan pada hambanya yang tersayang...
Hanya ketenangan... perempuan itu hanya butuh ketenangan...
Agar dia bisa bersahabat dengan penderitaan..
Dan dalam setiap sujud, rukuk, dan dirinya... Tak lupa ia pinta ketenangan...

Ketenangan yang tak ternilai dari-Nya...

Minggu, 17 November 2013

Titah Hati

Kaget sendiri liat puisi yang judulnya namaku gini! Padahal bukan maksud buat orangnya tapi karena makna nama orangnya! Sebenernya gak ada hubungannya apa2 sih sama aku hehehe

Untitle...

Walaupun aku adalah pohon yang kuat menopang segala angin yang datang dari bebagai arah...
Tapi aku hanyalah pohon, ingat pohon! Yang sewaktu waktu dapat rumbang, tak kuat menghadapi angin yang terlalu berenergi menghadang apa yang selama ini ku topang...
Walaupun aku adalah bunga yang terlihat lebih spesial jika sendiri...
Tapi aku hanyalah bunga, ingat bunga!
Yang tak akan lengkap tanpa serangga dan angin yang membantuku...
Yang tak akan manfaat bagi tumbuhan tanpa mereka...
Dan aku hanya akan jadi bagian dari tumbuhan yang akan mati begitu saja...
Walaupun aku adalah besi yang menjadi bahan dasar sebuah jembatan nan kokoh, yang bermanfaat bagi orang yang membutuhkanku...
Tapi aku hanyalah besi, ingat besi! Logam yang mudah berkarat jika tanpa pelindung... Logam yang nantinya akan keropos... Yang tak akan bermanfaat lagi bagi mereka... Mereka yang membutuhkanku...
Walaupun aku adalah sebuah lilin yang dapat membawa cahaya, menerangi kegelapan...
Menjadi sumber penarangan bagi gelap yang pekat... Menjadi harapan ditengah suasana mencekam...
Tapi aku hanyalah sebuah lilin, ingat lilin! Yang cahayanya akan habis dan hilang ketika aku terus digunakan... Ruangan yang kuterangi hanya akan menjadi ruang gelap gulita ketika ku habis... Ketika cahayaku menghilang...

Walaupun umurku sudah banyak, dan semakin bertambah, tapi aku hanyalah manusia...
Emosikupun tak stabil... Meluap sewaktu-waktu...

12 Maret 2013