*sunyi*
Aku disini sendiri... mengapa tak ada seorangpun yang menyepi.. apa kau tak merasa bahwa aku berperih? Hai kau... ya aku disini menanti... menanti rasa berseri-seri... Apa kau tak kunjung mengerti? Bahwa aku telah lelah menyendiri... berteman sepi... berkawan sunyi...
*ramai... penuh canda tawa*
Bersama kita tertawa... Bersama kita berbagi canda dan duka... Suasana ini, tak membunuhku.. keramaian ini tak membuatku pilu... Kadang dan memang, aku benci keramaian.. Tapi keramaian ini begitu damai, mungkin kalah dengan sunyi yang membuai.. Keramaian ini... Dua pohon besar ini... Sepeda lampu ini... membuatku bahagia... Jalan yang bernama Malioboro ini... Kota ini... Membuatku merindukan kalian.. Kalian ya kalian...
Kadang, aku cinta keramaian ini... Keramaian yang membuatku berseri...
*bising... kendaraan berlalu lalang*
Muak. Jenuh. Menjemukan.
Mengapa semua orang seolah robot... robot tak berjiwa yang suka berkelana mengejar dunia.. Mengapa seolah semua lupa kalau punya jiwa.. Mereka hanya raga... dan mereka seolah tak berjiwa, kering, rapuh, runtuh tergerus arus yang terus menggerus...
Apakah mereka tak bosan dengan dunia yang semakin menuntut? Dengan keadaan yang tak mengenal kewajaran?
Kadang, kami tak ubahnya hanyalah sebuah bala tentara nafsu menderu-deru..
Berlaku sesukanya hingga tak kenal waktu..
Uang dicari, dunia dikejar...
Tapi ilmu mudah berlalu, ujian dan cobaan hanya sebuah momen yang hanya menyisakan pilu...
Seolah kami lupa, siapa yang Maha penolong...
Kami lupa... Kami khilaf...
Setiap hari... hanyalah rutinitas berharga formalitas yang kami jalani.. Kami tak paham bahwa kami akan mati.. Kami tak pernah berpikir bahwa beberapa ada yang Dia tak sukai...
Entah kami lupa... Entah kami khilaf...
*hujan lebat... udara lembab*
Tak pernah serumit ini aku menghargai sebuah tetesan hujan... Tak pernah sesulit ini aku memahami arti sebuah tetesan hujan..
Mereka bilang.. Hujan adalah berkah... menghidupkan tumbuhan dan hewan... memberi makna hidup kepada bumi... memberikan rejeki kepada penghuninya...
Tapi tak pernah ku pahami bahwa banjir adalah sebuah berkah, atau rob sebuah rezeki yang patut disyukuri... Tak ku mengerti air comberan dijalan akan menghidupkan hewan dan tumbuhan...
Mengapa segala bentuk rejeki dari hukan menampakkan sisi lain yang tak ku pahami?
Dulu aku senang mandi hujan, merasakan anugerah yang tak lagi dirasakan sekarang...
Dulu aku riang jika hujan, karena hujan berarti senang dan tawa bersama kawan...
Tapi mengapa hujan telah menghancurkan? Menghancurkan beberapa hal yang ditimpanya...
Mengapa...
Tapi... aku sadar... ternyata bukan hujan yang salah... tapi kami. Ya kamilah yang tak mudah dan senang bersyukur... kamilah yang selalu mengartikan cobaan sebagai musibah...
Kami yang tak pernah paham bahwa nikmat tak selalu bahagia..
Kami yang tak mengerti bahwa nikmat tak semuanya akan membuat kami berseri...
*suara deru kereta api... pagi... sepi...*
Aku senang suasana ini... Tak begitu ramai dan sepi... terlebih ada orang terkasih menepi...
Aku akan rindu suasana ini... Suasana yang tak memaksa kita menjadi seorang yang munafik..
Suasana yang mampu mengenal diri ini...
Mengenal diri masing-masing yang begitu sulit dimasa yang lain..
Suasana abadi yang kan selalu ada dihati...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar